Bahkan, dalam Bab XV Ketentuan Pidana, Pasal 57 Ayat 1 dan 2, diatur sanksi yang dapat dikenakan bagi pelanggar, yakni denda maksimal Rp50 juta atau hukuman kurungan paling lama 3 bulan.
“Dengan adanya regulasi ini, jelas bahwa pemerintah memiliki dasar hukum untuk menindak tegas pelaku pembuangan sampah ilegal. Namun, hingga saat ini, tindakan nyata dari pemerintah masih belum terlihat,” tuturnya.
Selain itu, kata Ihwan Peraturan Wali Kota Cilegon Nomor 30 Tahun 2019 juga menetapkan kebijakan dan strategi dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sejenisnya sebagai bagian dari upaya menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan.
“Meski tidak secara spesifik mengatur sanksi bagi pembuangan sampah sembarangan, peraturan ini seharusnya menjadi landasan bagi pemerintah dalam mengelola sampah secara lebih sistematis. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kebijakan ini hanya menjadi dokumen tanpa implementasi yang jelas,” terangnya.
Pemerintah, kata dia sebenarnya memiliki sumber daya untuk mengatasi persoalan ini. Hibah dari World Bank yang seharusnya digunakan untuk pengelolaan sampah dan bahan baku jemputan padat tidak terlihat manfaatnya di lapangan.
E-Paper BANPOS Terbaru
“Sampah masih berserakan, limbah tetap mencemari, dan pengawasan terhadap industri tetap lemah. Pemerintah harus segera mengoptimalkan sumber daya yang ada agar permasalahan lingkungan dan agraria di Cilegon dapat teratasi dengan serius,” ungkapnya.
GMNI Cilegon mendesak pemerintah, khususnya DLH dan Dinas Pertanian, untuk segera turun tangan dalam menyelesaikan persoalan ini.
“Tindakan nyata harus segera diambil, mulai dari mengusut dan menindak pelaku pembuangan sampah ilegal, membersihkan limbah yang telah mencemari lingkungan, hingga memastikan tidak ada lagi industri yang beroperasi tanpa kontrol ketat terhadap limbahnya. Jika pemerintah terus membiarkan kondisi ini berlarut-larut, GMNI Cilegon tidak akan tinggal diam dan siap menggerakkan aksi massa untuk menuntut keadilan bagi lingkungan dan masyarakat Cilegon,” paparnya.