“Literasi numeric, literasi sains, literasi informasi, literasi financial, literasi budaya dan warga negara dan literasi 4.0. Hal ini sebagai modal dari CSO untuk menjawab semua tantangan yang ada di Kabupaten Tangerang. Karena pemerintahan tidak bisa berjalan sendiri tanpa adanya peran CSO yang inovatif, kreatif, dan progresif dalam mencapai tujuan yang sudah ditentukan,” ujarnya.
Konsultan USAID Madani, Ervyn Kaffa menyatakan, salah satu landasan adanya partisipasi dan kolaborasi antara pemerintah dengan organisasi kemasyarakatan (ormas) adalah Perpres 16 tahun 2018 yang didalamnya terdapat swakelola Tipe III.
“Yaitu, swakelola yang direncanakan dan diawasi oleh Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah (K/L/PD) penanggung jawab anggaran dan dilaksanakan oleh Ormas Pelaksana Swakelola. Ketentuan lebih lanjut mengenai swakelola kemudian diatur dengan Peraturan LKPP Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pedoman Swakelola,” terangnya.
Menurutnya, terkait implementasi perpres tersebut, Pemerintah Kabupaten Tangerang harus bisa memberikan ruang kepada OMS yang memiliki kompetensi dalam satu bidang keahlian.
“Hal ini bisa menjadi warna baru dalam hal kolaborasi yang sangat baik antara pemerintah dengan OMS,” jelasnya.
Pemateri selanjutnya, Direktur Perekat Demokrasi, Khoerun Huda menyatakan, peran OMS dalam membantu kerja-kerja pemerintah dapat menjadi alternatif bagi pemerintah dalam mendorong adanya percepatan pembangunan di Kabupaten Tangerang.
“FOPKIA Kabupaten Tangerang tentu bisa menjadi alternatif dalam melakukan pengelolaan kegiatan secara mandiri dengan mengakses swakelola tipe III,” ujar Huda.
Ia menyampaikan salah satu capaian FOPKIA ketika melakukan CSC terkait tentang pelayanan kesehatan melalui perspektif dari pemberi pelayanan ataupun penerima layanan.
“Dari hasil yang diperoleh ternyata kedua perspektif memberikan gambaran secara objektif tentang pelayanan kesehatan yang cukup baik di lokasi piloting projects,” tandasnya. (Red)
Discussion about this post