Koordinator AMUK Bahari Banten, Aeng, mengatakan bahwa selama ini draft Raperda tersebut masih berisi perampasan ruang hidup masyarakat bahari. Apalagi dalam penyusunannya, Gubernur sebagai pengusul Raperda tidak melibatkan masyarakat pesisir untuk memberikan masukan baik lisan maupun tulisan.
“Gubernur dalam menyusun draf tersebut tidak melibatkan masyarakat nelayan untuk memberikan masukan baik lisan maupun tulisan. Padahal hal tersebut diatur pada pasal 96 ayat 1 sampai dengan ayat 4 UU No 11 tahun 2012 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” ujarnya.
Aeng juga menegaskan bahwa Raperda tersebut sangat sulit untuk diakses oleh masyarakat nelayan dan komunitas-komunitas nelayan. Bahkan hingga saat ini pun, Aeng mengatakan bahwa Pemprov Banten belum pernah menggelar rapat dengar pendapat dengan masyarakat pesisir.
“Gubernur Banten melalui Pemprov Banten belum pernah melakukan rapat dengar pendapat, kunjungan kerja, sosialisasi dan atau seminar, lokakarya dan atau diskusi terkait rancangan peraturan daerah ini kepada masyarakat nelayan dan komunitas-komunitas nelayan sebagai masyarakat terdampak,” katanya.
Pihaknya pun menjabarkan fakta-fakta yang bisa dijadikan pertimbangan dan alasan kenapa dan mengapa mereka memprotes rencana penyampaian nota Gubernur Banten atas usulan Raperda RZWP3K.
Petama, ia menjelaskan bahwa dalam dinamika konstitusi dan rencana strategis pembangunan baik nasional maupun daerah terkait RZWP3K, tidak melibatkan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil dalam penyusunannya.
“Rencana zonasi merupakan rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya tiap-tiap perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin,” ucapnya.
Kedua, ia mengatakan bahwa usulan Raperda RZWP3K Provinsi Banten patut dipertanyakan apakah akan memberikan ruang yang adil untuk pemukiman nelayan. Padahal, provinsi ini memiliki rumah tangga nelayan tradisional sebanyak 9.235, yang terdiri dari 8.676 keluarga nelayan tangkap dan 559 keluarga nelayan budidaya. “Inilah bentuk ketidakadilan sekaligus bentuk perampasan ruang yang akan dilegalkan melalui Perda,” jelasnya.
Discussion about this post