SERANG, BANPOS – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) melemparkan telur busuk ke gedung DPRD Provinsi Banten. Hal ini sebagai bentuk kekecewaan mereka atas kinerja DPRD yang dinilai busuk.
Demikian disampaikan okeh koordinator aksi, Ari Opanda. Ari menegaskan bahwa busuknya kinerja DPRD Provinsi Banten, lantaran terkesan diam dan minim menggunakan hak interpelasinya terkait pemindahan rekening kas umum daerah (RKUD) yang dilakukan Gubenur Banten, Wahidin Halim (WH).
“Kami menyatakan mosi tidak percaya dengan legislatif yang saat ini gagal dalam melakukan tugasnya dalam mengawal aset Banten yakni Bank Banten. Kami tidak puas dengan kinerja legislatif yang seperti buta fungsi dalam menjalankan tugas,” ujarnya, Kamis (11/6).
HMI menuding bahwa diamnya para anggota DPRD Provinsi Banten, karena adanya bantuan beras Corporate Social Responsibility (CSR) dari Bank Jabar Banten (BJB). Sebab, dari 85 anggota DPRD, hanya 15 anggota saja yang melakukan interpelasi.
“Artinya di bawah 20 persen yang menginterpelasi. Ini menimbulkan asumsi liar jika kita kaitkan dengan beras CSR yang di gelontorkan kemarin. DPRD kehilangan etos kerja padahal jelas mereka adalah representasi Rakyat ” kata Ari.
Sementara itu, Ketua Umum HMI Cabang Serang, Faisal Dudayef Payumi Padma, dalam orasinya mengatakan keputusan eksekutif melakukan pemindahan RKUD membuat gaduh ditengah pandemi.
Seharusnya, Pemprov Banten bersama dengan DPRD fokus mengatasi pandemi. Namun nyatanya DPRD gagal melakukan tugasnya hingga menimbulkan kegaduhan ditengah masyarakat.
“Seharusnya eksekutif dan legislatif fokus mengatasi pandemi, ini malah membuat keputusan yang tidak sepatutnya dilakukan sehingga membuat gaduh. DPRD gagal melakukan tugas dan Fungsnya,” tutur Faisal.
Pengurus HMI Badko Jabodetabeka-Banten, Aliga Abdilah, dalam wawancara menduga bungkamnya para anggota dewan yang tidak menggunakan Hak Interpelasinya dikarenakan sudah mendapatkan beras dari CSR Bank Bjb sehingga enggan menggunakan Hak Interpelasinya.
“Saya menduga Operasi beras. Aliran beras dari CSR itu penyebab minimnya hak interpelasi dewan,” tandas Aliga.
Discussion about this post