Meskipun ia juga memaklumi apa yang dilakukan oleh masyarakat Papua Barat untuk melakukan karantina wilayah mereka, namun ia tetap mengaku sedih.
Sebab, disaat kebanyakan orang berkumpul dengan keluarganya pada saat adanya kebijakan pembatasan sosial, ia justru harus sendirian di perantauan.
“Kalau dibilang sedih sih, pasti sedih. Karena kan saat ini orang-orang semua kumpul dengan keluarga masing-masing. Tapi yah saya sendiri di sini. Meskipun masih ada mahasiswa dan teman saya yang juga tetap bertahan di Kota Serang untuk mengikuti imbauan pemerintah agar tidak mudik,” jelasnya.
Ia pun sedikit menceritakan kisah salah satu rekannya yang ditolak warga sesampainya di Bandara. Usai ditolak, rekannya melakukan aksi nekat dengan menyebrang hingga ke Sorong menggunakan speed boat menuju Kabupaten Fak-Fak.
Namun warga tetap menolak kedatangannya dengan alasan isolasi mandiri wilayah tersebut.
“Sorong itu kan tempat terakhir untuk menuju Kabupaten Fak-Fak. Sampai di sana heboh dan langsung dikarantina. Bener-bener enggak boleh masuk ke Fak-Fak,” ujarnya.
Meski demikian, ia tetap melakukan kegiatan perkuliahan daring seperti biasa di indekos dirinya. Melakukan kegiatan lainnya seperti mengerjakan tugas dan aktivitas sehari-hari berkontak melalui aplikasi perpesanan dan media sosial.
“Kalau untuk kebutuhan memang masih dikirim oleh keluarga di Fak-Fak. Tapi yah dengan keadaan seperti ini, rasanya tentu berbeda seperti hari-hari biasa,” ucapnya.
Kapas pun berharap, pandemi Covid-19 dapat segera usai. Sebab, ia mengaku sudah merasa rindu dengan kampung halamannya. Terlebih saat ini pun dirinya tidak leluasa untuk bepergian.
“Sedih, yang lain bisa kumpul dengan keluarga, sedangkan saya sendirian di sini. Masak sendiri, apa-apa sendiri. Semoga pandemi ini dapat segera selesai dan kita bisa kembali hidup normal seperti semula. Kangen juga kan kumpul bareng teman-teman kampus,” tandasnya. (DZH/AZM)
Discussion about this post