SERANG, BANPOS – Masyarakat diminta untuk mewaspadai adanya advokat bodong, yang menawarkan bantuan hukum. Pasalnya, untuk menjadi seorang advokat atau pengacara, tidak bisa hanya berlandaskan ijazah Sarjana Hukum, dan harus melalui tahapan yang tidak mudah.
Ketua DPC Peradi Serang, Shanty Wildhaniyah, mengatakan bahwa untuk menjadi seorang advokat, terdapat sejumlah tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh calon advokat. Pertama, harus mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA).
“Syaratnya apa? Dia sudah S1 Hukum. Setelah mengikuti PKPA, ada yang namanya UPA, Ujian Profesi Advokat. Syarat UPA yaitu sudah mengikuti PKPA,” ujarnya kepada BANPOS saat dihubungi melalui pesan WhatsApp, Selasa (7/3).
Setelah mengikuti UPA, maka calon advokat tersebut akan dilakukan penyumpahan. Berdasarkan Undang-undang Advokat, syarat untuk penyumpahan yakni merupakan Sarjana Hukum, berusia minimal 25 tahun, telah dinyatakan lulus UPA dan menjalani magang selama dua tahun.
“Untuk PKPA dan UPA, yang melaksanakan adalah Organisasi Advokat (OA). Kalau di Peradi, PKPA dilaksanakan bekerjasama dengan universitas yang berakreditasi B. Kalau di Serang, kami bekerja sama dengan Untirta,” tuturnya.
Shanty mengatakan, untuk kabar mengenai adanya advokat bodong, sebetulnya ia pernah dengar secara tidak langsung dari masyarakat. Hal itu karena masyarakat mempertanyakan mengenai cara membedakan advokat asli dan advokat bodong.
“Kalau secara tidak langsung memang pernah mendengar ketika kita melakukan penyuluhan-penyuluhan, terutama di desa pelosok. Mereka menanyakan bagaimana membedakan yang advokat dan bukan advokat. Saya sampaikan, tanyakan saja kartu advokatnya,” katanya.
Sementara untuk menemukan secara langsung, Shanty mengaku belum pernah. Pasalnya ketika hendak berhadapan dengan sesama advokat, ia pasti selalu menanyakan dari organisasi mana advokat tersebut, juga Kartu Tanda Advokat (KTA) yang advokat tersebut punya.
“Kalau di persidangan, biasanya hakim selalu menanyakan selain KTA adalah berita acara sumpah. Nah disitulah ukuran seseorang bisa beracara atau tidak,” ungkapnya.
Ia menuturkan bahwa untuk advokat yang bernaung di bawah DPC Peradi Serang, pihaknya memiliki data lengkap nama-nama advokat tersebut. Sehingga, apabila ada yang mengaku advokat dan berasal dari Peradi, pihaknya dapat langsung melakukan penelusuran.
“Jadi kalau ada orang yang mengaku advokat dari Peradi Serang di bawah pimpinan Ketua Umum Otto Hasibuan, kita langsung kroscek apakah dia terdaftar. Kalau tidak terdaftar, kita akan keluarkan surat bahwa yang bersangkutan tidak terdaftar di DPC Peradi Serang,” tuturnya.
Sementara itu, Shanty pun menegaskan bahwa terdapat perbedaan yang sangat mencolok antara advokat dengan paralegal. Menurutnya, paralegal dalam menjalankan tugas memberikan bantuan hukum, harus didampingi dan berdasarkan penugasan dari pemberi bantuan hukum atau advokat.
“Paralegal sangat beda dengan advokat. Paralegal tidak bisa beracara, ranahnya hanya nonlitigasi,” katanya.
Oleh karena itu, ia pun berpesan kepada masyarakat untuk benar-benar tepat dalam memilih seorang advokat, yang akan mendampingi kepentingan hukumnya. Shanty menuturkan, masyarakat harus lebih selektif dalam memilih advokat.
Langkah paling utama ketika hendak memilih advokat menurut Shanty, adalah dengan menanyakan KTA milik orang tersebut, dan dilihat berasal dari Organisasi Advokat apa. Jika Organisasi Advokat itu familier dan memiliki perwakilan di daerahnya seperti Peradi, maka bisa langsung melakukan konfirmasi.
“Satu lagi, kalau advokat nakal dan Organisasi Advokatnya jelas, maka oknum advokat tersebut bisa diproses sidang kode etik. Sanksinya bisa dari skorsing sampai dengan pemecatan,” tandasnya.(DZH/PBN)
Discussion about this post