SERANG, BANPOS – Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Aliansi Bela Banten Bersatu menyoroti sejumlah proyek yang belum selesai dikerjakan. Proyek yang dianggarkan dari Anggaran Pendapatan dan belanja Daerah (APBD) Banten 2022 itu masih menjalani proses pengerjaan meski sudah memasuki tahun 2023.
Hal itu disampaikan juru bicara Aliansi Bela Banten Bersatu, Mpep ketika berkunjung ke kantor redaksi BANPOS, Senin (16/1). Ia mengklaim mewakili Aliansi Bela BAnten bersatu yang terdiri dari delapan kelompok LSM.
Adapun LSM yang tergabung dalam aliansi itu adalah Forum Keadilan Masyarakat Banten (FKMB), Gerakan Hak Asasi Manusia Nusantara (GERHAMTARA), LSM Putra Banten Investigasi (PBI), Poros Mahasiswa Banten (PMB), LSM Portal Rakyat Banten (PRB), LSM Jaringan Informasi Nusantara (JIN), LSM Bara Api dan LSM Palka.
Menurut Mpep, setidaknya ada empat pekerjaan yang dibiayai APBD 2022 namun hingga saat ini masih berjalan pekerjaannya. Keempat pekerjaan itu merupakan pekerjaan pembangunan jalan yang menjadi tanggung jawab Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DBMTR) Provinsi Banten.
“Keempat pekerjaan itu adalah pembangunan ruas jalan Tonjong – Banten Lama, Dukuh Kawung – Sempu, Cipanas – Warungbanten dan ruas Catang – Malanggah,” kata Mpep.
Mpep menyebutkan, pada dasarnya pekerjaan-pekerjaan itu sudah habis masa kontraknya. Namun, karena kurang profesionalnya pelaksana pekerjaan membuat pekerjaan itu tidak selesai pada waktu yang telah ditetapkan.
Atas dasar itu, Mpep mendesak aparat penegak hukum untuk menyelidiki tidak selesainya pekerjaan itu. Karena menurut dia, tidak selesainya pekerjaan itu telah menyebabkan kerugian Negara.
“Ini jelas telah timbul kerugian Negara karena pekerjaan yang sudah dibayarkan tidak bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat karena adanya keterlambatan itu,” pungkas Mpep.
Terpisah, Kepala DBMTR Provinsi Banten, Arlan Marjan menyatakan pekerjaan-pekerjaan yang belum selesai telah mendapatkan kesempatan penyelesaian pekerjaan. Pemberian kesempatan itu mengacu pada Perpress No 16 Tahun 2018 yang telah diubah menjadi Perpres No 12 Tahun 2021 dan Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021 Pasal 7.19 tentang Pemberian Kesempatan.
Arlan memaparkan, dalam Perpres nomor 16 tahun 2018 yang telah diubah menjadi Perpres nomor 12 tahun 2021, disebutkan dalam hal penyedia gagal menyelesaikan pekerjaan sampai masa kontrak berakhir, namun PPK menilai bahwa penyedia mampu menyelesaikan pekerjaan, PPK memberi kesempatan kepada penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan.
“Pemberian kesempatan kepada penyedia untuk menyelesaikan pekerjaannya dapat melampaui tahun anggaran,” kata Arlan mengutip perpres nomor 16 tahun 2018.
“Penyedia Jasa mengajukan permohonan pemberian kesempatan penyelesaian pekerjaan selama 50 hari kalender. Pemberian kesempatan penyelesaian pekerjaan dengan pemberian denda sesuai dengan peraturan yang berlaku, sehingga negara tidak dirugikan,” kata Arlan.
Pertimbangan pemberian kesempatan kepada para kontraktor, kata Arlan, justru dilakukan agar pekerjaan itu tidak mangkrak. Karena, bila dilakukan pemutusan kontrak, maka pekerjaan itu dipastikan akan mangkrak karena tidak bisa diteruskan dan baru bisa dilanjutkan setidaknya pada tahun anggaran berikutnya, atau setidaknya pada APBD perubahan.
“Pemberian kesempatan juga diberikan dengan keyakinan pekerjaan dapat diselesaikan sehingga dapat segera dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” kata Arlan.
Arlan mencontohkan, hal yang sama terjadi pada pekerjaan Jembatan Bogeg. Ketika itu DBMTR memberi kesempatan kepada pihak penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan meski telah melewati tahun anggaran. Penyebabnya, jika diputus kontrak maka pembangunan jembatan akan mangkrak, sementara material yang sudah terpasang bisa rusak karena pekerjaan dihentikan.
“Lagipula bila diputus kontrak, berarti kita harus memulai semua proses pembangunan dari awal lagi, mulai dari perencanaan, proses lelang dan lain-lainnya, sehingga pembangunan tidak berjalan efektif,” kata Arlan.(ENK)
Discussion about this post