LEBAK, BANPOS – Terkait kasus yang dialami Ag selaku tersangka pelecehan seksual pada anak di bawah umur. Juru bicara (Jubir) keluarga besar Ag, Eli Sahroni akan segera melakukan langkah gugatan hukum dengan membuat laporan kepolisian terkait tuduhan dugaan pencabulan kepada Ag.
Menurut Eli, kasus yang dituduhkan kepada kliennya Ag tidak mendasar dan tidak memiliki dasar yang kuat untuk dijadikan dasar hukum, sama halnya pencemaran nama baik dan pembunuhan karakter dengan tujuan yang sifatnya politis.
“Apa yang mereka tuduhkan itu tidak benar, dan itu hasil rekayasa. Ada motif tertentu, makanya kami dari keluarga akan segera melaporkannya baik ke Polres Lebak ataupun Polda Banten,” ujar Eli Sahroni yang juga Ketua Umum Badak Banten Perjuangan.
Pihaknya menilai, peristiwa yang menimpa Ag ialah hanya sebuah rekayasa, sebab hasil penulisan dan investigasi tidak terbukti adanya pencabulan yang dilakukan Ag terhadap korban.
“Yang kita laporkan yaitu pelaku pembuat dan penyebar video rekayasa dan yang kedua yaitu kepala sekolah,” ungkap Eli.
Dijelaskan Eli, gugatan hukum yang akan dilaporkan ke pihak kepolisian yakni pencemaran nama baik dan penyebaran video rekayasa di medsos.
“Laporan yang akan kita sampaikan yakni UU ITE nomor 11 Tahun 2008, Pasal 27 ayat 1 ancaman penjara enam tahun,” tegasnya.
Selain itu, pihaknya juga akan melakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait kepala sekolah yang telah menonaktifkan sodara (Ag), karena dalam hal ini kepala sekolah diduga telah melakukan penyalahgunaan wewenang dengan mengeluarkan surat penonaktifan mengajar.
“Dasar hukumnya apa, sehingga berani menonaktifkan sodara Ag? Terkecuali Ag terbukti bersalah. Surat tersebut akan kami jadikan syarat bukti administratif ke PTUN, dalam waktu dekat kami akan segera laporan,”katanya.
Dikatakan, melaluinya Ag telah membantah dengan peristiwa itu, lantaran ia mengaku tidak pernah melakukan hal sekeji itu terhadap anak didiknya.
Bahkan, Ag siap untuk dipertemukan dengan anak tersebut, karena setelah adanya isu yang beredar keluarganya menjadi syok.
“Klien saya mengaku kaget ketika mendengar ada pemberitaan itu, karena dirinya tidak tahu apa-apa dengan tiba muncul dalam pemberitaan,” paparnya.
Sementara, Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Lebak kepada wartawan mengaku siap memberikan pendampingan terhadap korban kekerasan seksual anak untuk pemulihan kejiwaan.
“Semua korban kekerasan seksual anak mendapatkan pendampingan,” kata Kepala DP2KBP3A Lebak, Dedi Lukman Indepur.
Dikatakannya, para korban kekerasan seksual yang dialami anak-anak perempuan dan laki-laki hingga kini terus dilakukan pendampingan dengan melibatkan psikolog agar kejiwaan mereka kembali normal dan tidak traumatik.
Selain itu juga anak-anak korban kekerasan seksual diupayakan dapat melanjutkan pendidikannya sehingga tidak putus sekolah.
“Kami melakukan pendampingan itu agar anak-anak korban kekerasan seksual kembali pulih kejiwaannya,” ujarnya.
Menurut Dedi, pemerintah daerah juga mengawal dan mengawasi para pelaku kekerasan seksual itu agar diproses hukum hingga pengadilan. “Mereka para pelaku kekerasan harus dihukum sesuai undang-undang yang berlaku agar memberikan efek jera,” ungkapnya.
Saat ini, kata dia, kasus kekerasan anak di Kabupaten Lebak mengalami kenaikkan, Tahun 2021 sebanyak 70 kasus, “Namun Untuk Tahun 2022 sampai Agustus mencapai 83 kasus,” paparnya.
Di tempat lain, Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Lebak, Ratu Mintarsih juga mengatakan kekerasan seksual yang dialami anak itu pelakunya orang terdekat korban.
Menurutnya, seharusnya, mereka melindungi anak-anak, tapi malah melakukan kejahatan seksual. “Kami minta pelaku kejahatan seksual anak dihukum berat agar memberi efek jera bagi pelaku,” tegasnya.(WDO/PBN)
Discussion about this post