Menanggapi isu akan masuknya figur dari pemerintah pusat sebagai calon Sekda, Ail menyatakan bahwa hal tersebut bisa menjadi blunder jika tidak memperhitungkan kebutuhan adaptasi dan pemahaman lokal. Ia menilai bahwa dalam era otonomi daerah, seharusnya daerah mampu memanfaatkan potensi SDM lokal yang sudah memahami medan birokrasi dan karakteristik sosial masyarakat Banten.
“Memang orang pusat bisa kuat secara aturan, tapi belum tentu cepat menangkap aspirasi masyarakat bawah. Kita butuh yang bisa langsung kerja, memahami kultur lokal, dan siap bersinergi dengan pemerintah kabupaten/kota,” tegasnya.
Keduanya sepakat bahwa keberhasilan Gubernur-Wakil Gubernur Andra Soni dan Ahmad Dimyati di tahun kedua kepemimpinan mereka sangat tergantung pada kualitas Sekda yang dipilih. Bila seleksi ini gagal dijaga dari intervensi politik dan tidak dilakukan secara transparan, maka bukan hanya kredibilitas pemimpin daerah yang dipertaruhkan, tetapi juga masa depan tata kelola pemerintahan Banten.
Seleksi Sekda bukan sekadar urusan administratif, melainkan pertaruhan arah pembangunan Banten. Dalam situasi ini, publik Banten layak mendapatkan proses seleksi yang transparan, berintegritas, dan bebas dari kepentingan politik sempit. Sebab, dari proses yang sehat akan lahir kepemimpinan birokrasi yang kuat—bukan boneka politik.