Oleh:
1. Azi Abdurohman
2. Helma Dian Putri
3. Solehatus Sa’adah
Mahasiswa/i Universitas Pamulang Serang – Program Studi Akuntansi
PAJAK merupakan hal yang terpenting dalam pendapatan negara, pajak mampu dijadikan sebagai salah satu aspek utama agar terselenggaranya pembangunan di pemerintahan. Sesuai dengan slogan nya ”Pajak dari kita untuk kita” yang artinya adalah pajak akan dikembalikan ke kita sebagai warga negara untuk menikmati pembangunan yang pendanaan nya bersumber dari pajak, namun jika kita menikmati akan tetapi terbebani juga dengan kebijakan pemerintah yang muncul di era publik saaat ini yaitu Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang semula dengan tarif 11% dan saat ini ramai di publik bahwa tarif akan dinaikan sebesar 12% (mulai berlaku 01 Januari 2025). Namun kebijakan tersebut memuai pro dan kontra pasalnya dengan banyak imbasnya, yang dimana tarif PPN 12 % bakal berlaku buat semua barang dan jasa yang sebelumnya dikenakan tarif 11% hanya ada tiga barang pokok yang tak terdampak kenaikantarif PPN yakni minyak goreng curah pemerintah dengan merek Minyakita, tepung terigu serta gula industri , dan ada juga jasa yang tetap bebas dari PPN diantaranya adalah pelayanan kesehatan medis, pelayanan sosial, keuangan, asuransi, pendidikan, angkutan umum di darat dan di air, tenaga kerja, persewaan rumah susun dan rumah umum.
Pro-Kontra Kebijakan PPN 12%
Dengan beberapa barang dan jasa yang tak terbebani dengan kenaikan tarif, respons masyarakat masih kuat untuk menolak kenaikan tarif PPN 12 %, sejumlah petisi ”Tolak PPN 12%” mendapat dukungan luas dan petisi ini sudah ditandatangani lebih dari 95.00 orang. Kenaikan PPN dinilai memberatkan masyarakat karena akan memicu kenikan harga kebutuhan pokok. Pemerintah mengacu pada UU Harmonisasi peraturan perpajakan yang disahkan mayoritas DPR. Namun protes dari berbagai pihak menunjukan bahwa kenaikan ini masih memicu perdebatan. Akankah pemerintah mendengarkan suara rakyat atau tetap pada rencana untuk menaikan tarif PPN 12 % ?
Discussion about this post