Karenanya, revisi yang disusun seharusnya justru menetapkan target ketat pengakhiran ketergantungan pada energi fosil dan mengutamakan pengembangan energi terbarukan.
“Memasukkan PLTN membawa risiko besar terhadap perlindungan hak asasi manusia berupa risiko toksik serius dan sangat sulit dipulihkan. Hal ini membawa risiko terhadap perlindungan hak hidup maupun hak atas kesehatan,” ujar Grita.
Risiko lain yang dihadapi dengan diturunkannya target adalah berkurangnya potensi pekerjaan hijau (green jobs). Direktur Program Koaksi Indonesia, Verena Puspawardani, memperkirakan prospek ketersediaan lapangan kerja bidang teknik energi terbarukan dapat mencapai 432 ribu pada 2030 jika pemerintah konsisten dengan target 23 persen pada 2025 dan meningkat menjadi 31 persen pada 2050.
Potensi lapangan kerja ini tercatat 10 kali lipat dari 2019 dan melebihi jumlah tenaga kerja di sektor energi fosil pada saat ini.
“Ketika target ini diturunkan, maka prospek penciptaan green jobs dari sektor energi terbarukan akan ikut menurun. Padahal potensi green jobs yang meningkat akan berkontribusi pada pencapaian target Indonesia mendapatkan investasi untuk pengembangan industri hijau, menjawab kebutuhan pekerjaan di masa depan, dan dukungan masyarakat pada energi terbarukan,” tutur Verena.
Harus Meningkat
Deon menambahkan, jika ditilik dari pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, aspek ekonomi sudah tidak lagi menjadi hambatan pengembangan energi terbarukan.
Karena harga listrik energi terbarukan, terutama surya dan angin beserta biaya integrasinya ke jaringan kelistrikan, diakui sudah dapat bersaing dengan PLTU yang mendapat insentif harga batu bara US$ 70/ton.
“Jadi, masalahnya bukan di keekonomian energi terbarukan tapi proses pengembangan dan pengadaannya. Ini yang perlu diperbaiki dengan cepat. PLN sudah merencanakan membangun energi terbarukan 20,9 gigawatt (GW) di RUPTL 2021-2030, namun realisasi masih lambat sampai saat ini,” Deon menjelaskan.
Untuk itu, PLN disebutnya perlu didorong untuk mengubah proses pengadaan energi terbarukan menjadi lebih masif, dilakukan secara berkala, dan transparan.
Discussion about this post