MUAROJAMBI, BANPOS – Dugaan kriminalisasi terhadap sejumlah petani yang merupakan anggota Serikat Tani Nelayan (STN) di Kabupaten Muaro Jambi pada Minggu (29/10), mendapat kecaman keras. Pasalnya, selain dilakukan oleh personel Polda Jambi, peristiwa itu juga diduga melibatkan salah satu dosen berinisial H.
“Ini perlakuan tidak manusiawi dari aparat. Dan ironisnya, akademisi juga ikut terlibat. Kami mengecam keras tindakan kriminalisasi ini,” kata Suluh Rifai, Ketua Umum STN, saat memberi keterangan pada awak media.
Menurut Rifai, tindakan tidak manusiawi terjadi saat beberapa petani diperlakukan seperti hewan, diikat lehernya kemudian diseret oleh aparat kepolisian dan beberapa orang dari Koperasi Fajar Pagi Plasma PT. Ricky Kurniawan Kertapersada (PT. RKK).
Rifai sempat tak habis pikir dengan kriminalisasi yang dilakukan aparat dan oknum dosen. Padahal menurutnya, kekuasaan yang dimiliki oleh Polisi dan dosen tersebut seharusnya diabdikan untuk rakyat, bukan untuk koperasi.
“Saya sudah tak habis pikir. Polisi bukan lagi institusi pengaman rakyat. Tapi penindas rakyat. Oknum dosen ini juga sama, telah mencoreng institusi pendidikan tinggi yang seharusnya merdeka dari korporasi ini malah bernaung di ketiak korporasi,” tegas Rifai geram.
Saat diminta keterangan duduk perkara kriminalisasi petani, Rifai mengutarakan, Koperasi Fajar Pagi eks plasma PT. RKK sejak awal telah melanggar hukum dan merugikan negara hingga belasan tahun, karena telah menanam perkebunan sawit di kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI).
Sebelumnya, PT RKK juga telah dikalahkan oleh majelis hakim di semua tingkatan bahwa yang berhak atas lahan yang diduduki PT. RKK sekarang adalah PT. WKS.
Lagi pula menurut Rifai, izin pemerintah yang diberikan kepada PT. WKS adalah konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI).
Namun terang Rifai, PT. RKK telah menerobos hukum dan melanggar putusan PTUN dengan tetap menggunakan kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan perkebunan sawit diatas lahan seluas 2.391 Hektar sejak tahun 2008.
Discussion about this post