Menurut Syahrul, perbedaan antara tanaman yang diberi biosaka dengan yang tidak, rata-rata bedanya 1 hingga 3 ton. Misal, kalau yang tidak menggunakan biosaka 5 ton per hektare, maka yang menggunakan biosaka itu bisa menjadi 7 ton per hektare.
Dan yang lebih penting, bisa menyuburkan tanah dan sangat signifikan dalam mengurangi penggunaan pupuk kimia (pukim). “Terakhir penjelasan saya di beberapa daerah, penggunaan pupuk kimia apalagi pupuk subsidi itu, dia turun sampai 50 persen (tahun pertama, red),” sebutnya.
Begitu masuk tahun ke dua, lanjutnya, penggunaan pupuk kimia tinggal 40 persen dan biosaka 60 persen biosaka, Bahkan ada daerah yang mampu menekan penggunaan pupuk kimianya tinggal 20 persen dengan penggunaan biosaka ini.
“Jadi penurunan itu luar penggunaan satu hektare untuk pupuk kimia itu sekitar 12 sampai 22 sak, terlalu banyak.
Nah dengan biosaka ini, cukup 6 sak. Jadi kalau biasa cost-nya 6 juta, kita pakai tinggal 3 juta. Selebihnya biosaka. Dan ini (biosaka) tidak dibeli,” ungkap Syahrul.
Dia pun berharap, semua pihak bisa menyebarkan dan mengedukasi masyarakat terkait biosaka ini. “Saya berharap ini bisa diajarkan lebih kuat sehingga betul-betul menyebar ke kalangan petani,” pungkasnya.
Dirjen Tanaman Pangan Kementan Suwandi menambahkan, sejatinya bimtek biosaka langsung oleh menteri pertanian ini sudah dilakukan di 17 provinsi. Dia pun berharap, dengan manfaat yang luar biasa ini, pengaplikasian biosaka ini bisa menyebar ke seluruh Jateng.
“Biosaka ini sangat irit tapi hasilnya luar biasa. Dan ini biosaka sudah ada bukunya, sudah ada SOP-nya, ada hasil-hasil penelitian, lab-lab (laboratorium, red), contoh praktek dan testimoni dari para petani. Tapi baca saja tidak cukup. Harus dipraktekkan sendiri,” jelas Suwandi. (RMID)
Discussion about this post