“Harus semua elemen yang punya tujuan pemilu damai. Polisi mau ditaruh sampai level RT kalau keinginan tidak ada agar pemilu damai maka pemilu tidak akan berlangsung damai,” kata Fernando.
Kemudian, menurut dia, aktor politik juga harus berperan aktif dan punya kesamaan tujuan Pemilu damai. Dia yakin, netralitas kepolisian, TNI, ASN, penyelenggara pemilu akan terjaga sehingga Pemilu berjalan fair dan stabilitas keamanan di masyarakat terjaga.
Pada pemilu kemarin, pengamatan Fernando, justru ketidaknetralan tersebut diduga banyak terjadi di kalangan ASN. Kemudian tentang isu SARA, ditegaskannya, dapat menjadi pemicu Pemilu penuh konflik.
“Hoaks, SARA, isu agama itu yang sangat riskan untuk membuat konflik di masyarakat. Sehingga capaian yang diwujudkan dengan polisi yang ditempatkan sebagai Polisi RW, membuat kondisi damai,” harapnya.
Direktur eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto menilai, peran fungsi Polisi RW adalah menjaga keamanan dan ketertiban. Terutama menjelang Pemilu 2024.
Mestinya, kata Hari, Pemilu kudu berlangsung riang gembira. Siapapun pemenangnya, kata dia, tujuannya adalah untuk seluruh masyarakat Indonesia.
“Polisi RW ini juga bisa jadi kekuatan rakyat juga. Mari para polisi bersama libatkan publik agar menghindari pecah belah, hoaks, politik identitas, dan polarisasi dalam Pemilu,” harapnya.
Sementara itu, aktivis 98 Yogyakarta, Roy Ferdinan Martin Sitorus mengapresiasi langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bikin program Polisi RW. Ditegaskannya, model Polisi RW tersebut banyak diterapkan di banyak negara.
Memang, program ini langsung masuk ke tengah-tengah masyarakat sehingga kerjanya efisien. “Polisi RW ini harus didukung dari sisi anggaran dan teknologi. Namun harus diimbangi kompetensi dan integritas anggota polisi di bawah,” sarannya. (AZM/RMID)
Discussion about this post