Ibarat kalimat motivasi ‘Jadikan hobimu menjadi cuan’, hobi menggugat Kapak Hwang menjadi salah satu pemasukan bagi dirinya, selama masa libur ternak lebah. Disebutkan, Kepala Kantor Pos di Jinyeong kerap memberikan ‘upeti’ kepada Kapak Hwang, biar enggak digugat.
Episode yang berdurasi 51 menit itu menggambarkan bagaimana malesnya Kejaksaan Jinyeong untuk ngeladenin Kapak Hwang. Pasalnya, mereka pun merasa bahwa Kapak Hwang hanya menjadikan mereka dan hukum sebagai alat untuk ‘ngampak’. Akan tetapi, mereka tidak bisa menolak, karena kalau menolak, Kapak Hwang akan mengajukan keberatan kepada atasan mereka.
Gugatan yang disampaikan oleh Kapak Hwang memang sah, karena setiap orang berhak untuk mengajukan gugatan, sekalipun itu seorang jaksa. Namun beberapa cara yang dilakukan oleh Kapak Hwang lah yang akhirnya membuat dia harus terjebak oleh hobinya sendiri.
Pada salah satu scene drama, Kapak Hwang menuntut seorang anggota polisi setempat. Tuntutan itu karena dia sempat mengajukan permohonan informasi, terkait dengan catatan kriminal dan penyidikan, yang seharusnya hal itu tidak boleh dilakukan sembarangan dan tanpa tujuan tertentu.
Namun karena Kapak Hwang ternyata hanya mencari-cari kesalahan untuk melakukan gugatan, pada akhirnya dia mendapat ganjarannya. Dia digugat balik oleh para korbannya sebanyak 23 orang, atas tuduhan palsu yang dilakukan oleh si Kapak. Ending yang buruk bagi sang ‘penegak’ aturan.
Itu di Drama Korea, bagaimana di Indonesia, khususnya di Banten? Alhamdulillah, tidak ada yang seperti itu. Pihak-pihak yang menggunakan haknya untuk menggugat dan mengajukan permohonan informasi, sama sekali tidak ada tujuan untuk ‘ngampak’.
Pihak-pihak yang melakukan gugatan hingga permohonan informasi, melakukan tindakan tersebut hanya untuk menjaga hak mereka sebagai warga negara agar tidak direbut, secara sengaja maupun tidak sengaja, oleh orang lain. Jadi sekali lagi, Alhamdulillah ‘ngampak’ konstitusional itu hanya terjadi di Drama Korea ya Ce’es BANPOS.
Discussion about this post