Perlindungan terhadap korban membutuhkan partisipasi masyarakat yang berempati terdapat apa yang telah dialami sehingga memenuhi rasa kemanusiaan yang tertuang dalam Pancasila sila ke-2 bahwa “kemanusiaan yang adil dan beradab”.
Keadilan hukum harus terus ditegakkan sehingga pencegahan kejahatan seksual ini tidak terus berulang.
Menyoroti penegak hukum, mengacu pada Undang-Undang No. 16 Tahun 2022 yang menggantikan UU No.5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan R.I., Kejaksaan sebagai salah satu Lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam penegakan supremasi hukum, Perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia serta pemberantasan KKN.
Seharusnya penegak hukum ataupun Posko Akses Keadilan Perempuan dan Anak Kejari Kabupaten Pandeglang lebih berkomitmen terhadap perlindungan korban dan peka terhadap korban.
Kejahatan seksual ini terjadi karena adanya faktor pendorong, salah satunya yaitu terkadang mayoritas masyarakat menganggap tindakan kekerasan merupakan ‘hal biasa’ saja, walaupun tidak dipungkiri masih banyak yang tidak menganggap demikian.
Namun, persepsi tersebut membuat, korban kekerasan seksual semakin tidak berani melaporkan pelaku, sehingga korban akan terus dihantui rasa ketakutan setiap saat dan memendamnya lama. Selain itu, faktor pendukung lainnya seperti, budaya patriarki, penyalahgunaan relasi kuasa, kemiskinan, tingkat pendidikan, minimnya perlindungan hukum, hingga situasi yang tidak menentu seperti saat pandemi yang lalu.
Dalam rangka penghapusan kejahatan seksual secara sistematis dan berkelanjutan, beberapa hal perlu dilakukan seperti:
Perlu adanya perspektif korban dalam memerangi kejahatan seksual
Bertindak responsif terhadap penyelesaian kasus secara adil dan menghargai hak asasi manusia
Melakukan peningkatan kapasitas terkait alur penanganan kasus kekerasan hingga pendampingan korban untuk Posko PPA Kabupaten
Memperkuat komitmen dari Penegakan hukum terkait peran Lembaga perlindungan dan pendampingan terhadap korban kekerasan sesuai proporsinya
Discussion about this post