SERANG, BANPOS – Angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Banten tercatat berada di urutan teratas se nasional.
Data tersebut berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS) tentang Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2023 pada Jumat (5/5).
Dalam rilis data tersebut, BPS menyebutkan bahwa pada Februari 2023 angkat Tingkat Pengangguran Terbuka di Provinsi Banten berada di kisaran angka 7,97 persen.
Angka itu mengalami penurunan tidak signifikan sebesar -6,6 persen bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya di periode waktu yang sama, yakni pada Februari 2022 dengan angka 8,53 persen.
Meski mengalami penurunan di tahun ini, namun hal itu tidak mengubah fakta bahwa pengangguran di Provinsi Banten tertinggi se nasional.
Karena bila dibandingkan dengan angka TPT nasional, Provinsi Banten jauh lebih tinggi. Sebab TPT nasional berada di kisaran angka 5,45 persen.
Capaian ini juga tidak jauh lebih baik bila dibandingkan dengan TPT di provinsi paling timur di Indonesia, yakni Provinsi Papua Barat.
Berdasarkan data yang ada, tingkat pengangguran di Provinsi Papua Barat berada di kisaran 5,53 persen. Angka itu turun sebesar -4,3 persen bila dibandingkan dengan periode sebelumnya di Februari 2022 dengan angka 5,78 persen.
Capaian itu juga sekaligus menempatkan mereka berada di urutan ke 10 sebagai provinsi dengan tingkat pengangguran tertinggi di Indonesia.
Menurut pengamatan Akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Hady Sutjipto, penyebab dari tingginya angka TPT Provinsi Banten tidak lepas dari karakteristik perekonomian Provinsi Banten yang didominasi oleh sektor industri.
Kemudian ia juga menerangkan bahwa berdasarkan data yang ada, sektor industri menjadi penyumbang terbesar laju pertumbuhan ekonomi (LPE) di Provinsi Banten.
”LPE (Laju Pertumbuhan Ekonomi) di Banten yang 4,86 persen ini ternyata di support oleh sektor industri hampir 30 persen,” katanya.
Hal itu juga yang kemudian menjadi daya tarik bagi masyarakat di luar Provinsi Banten untuk migrasi guna mengadu nasib. Akibatnya, tenaga kerja yang berasal dari luar wilayah yang tidak terserap, turut menjadi penyumbang meningkatnya angka pengangguran di Provinsi Banten.
Oleh karenanya menurut Hady, data yang ada perlu diperhatikan betul, apakah pengangguran yang ada itu merupakan masyarakat asli Banten atau bukan.
”Nah sehingga tentu kalau kita melihat dari sisi karakteristik industri, inikan kelihatan betul bahwa ini merupakan daya tarik orang datang ke Banten,” ujarnya.
”Ya memang dari sisi migrasi dan sebagainya, inikan kita tidak menghalangi. Pada jamannya pak Gubernur WH, itu sebetulnya yang menganggur itu orang Banten atau bukan? Orang Banten atau bukan orang Banten? maksudnya gitu,” imbuhnya.
Oleh karenanya ia menyarankan agar, BPS dapat melakukan survei kembali dan melakukan pendalaman, apakah responden tersebut masyarakat Banten atau bukan.
”Artinya inikan perlu ada survei lagi, kalau BPS bisa sekalian mensurvei selain dari sisi tingkat penganggurannya, yang kedua adalah siapa yang sebetulnya menganggur itu? Apakah orang Banten atau bukan? Kalau orang Banten nya, berarti ini ya orang Banten kalah bersaing dengan orang-orang di luar Banten gitu,” ucapnya.
Upaya yang bisa dilakukan oleh Pemprov Banten guna mengatasi masalah tersebut, Hady Sutjipto menyarankan agar pemerintah bijak dalam menentukan investasi.
Sebab berdasarkan pandangannya, Pemprov Banten perlu menentukan investasi yang mampu menggerakan perekonomian di Provinsi Banten.
”Jadi yang saya lihat memang, artinya terkait dengan investasi kan artinya secara ekonomi, investasi yang dibutuhkan itu investasi yang mampu menggerakan ekonomi, termasuk menciptakan lapangan kerja,” terangnya.
”Tapi saya bisa pahami, bahwa ketika investasi itu adalah investasi yang padat modal, yang berbasis pada teknologi, itukan tetap membuka kesempatan kerja tapi tidak sebanyak industri yang berbasis pada labor intensif,” imbuhnya.(MG-01/PBN)
Discussion about this post