SERANG, BANPOS – Kepala Desa yang tewas terbunuh setelah disuntik cairan oleh mantri desa pasca cekcok, diduga mendapatkan suntikan obat alergi bernama Sidiadryl Diphenhydramine berdasarkan bukti yang tertinggal di TKP. Suntikan tersebut membuat mendiang Kepala Desa, Salamunasir, sesak nafas hingga akhirnya meninggal dunia.
Wakapolresta Serang Kota, AKBP Hujra Soumena, mengatakan bahwa berdasarkan pemeriksaan saksi dan hasil penyelidikan, didapati bahwa cairan yang disuntikkan oleh pelaku berinisial SU merupakan obat alergi Sidiadryl Diphenhydramine.
Menurutnya, jarum suntik itu sudah diisi oleh pelaku sejak awal. Ketika cekcok terjadi, pelaku menyuntikkan obat tersebut ke korban dengan menyasar bagian punggung.
“Korban tiba tiba mengalami sesak nafas, setelah itu pertolongan pertama dibawa ke Puskesmas. Karena proses penanganan, perlu dibawa ke rumah sakit pada jam itu juga,” ujarnya saat menggelar ekspose di Mapolresta Serang Kota, Senin (13/3).
Korban pun dirujuk ke RSUD Banten. Pada saat yang sama, anggota Satreskrim Polresta Serang Kota juga meluncur ke RSUD Banten. Di sana, ternyata pelaku juga turut mengantarkan korban ke rumah sakit, sehingga pelaku pun diamankan.
“Saat ini kami masih pendalaman, menentukan apa tindak pidana yang terjadi, termasuk motif apa yang melatarbelakangi sehingga tindak pidana ini dilaksanakan. Perkembangan lanjut mudah mudahan dalam waktu dekat kami sudah bisa menyimpulkan pasal yang tepat yang kami terapkan untuk pertanggungjawaban hukum pelaku,” tuturnya.
Hujra menuturkan bahwa barang bukti yang pihaknya amankan dalam pembunuhan suntik jarum itu adalah satu botol obat Sidiadryl Diphenhydramine, satu jarum suntik dan tas berwarna hitam. Selain itu, pihaknya juga mengamankan Handphone dan kendaraan roda dua.
Hujra mengaku bahwa pihaknya belum mengetahui jenis obat yang disuntikkan oleh pelaku. “Ini kami masih mengirim surat ke ahli, nanti mereka yang menjelaskan,” katanya. Meski demikian, Sidiadryl Diphenhydramine diketahui merupakan obat alergi. Obat tersebut masuk ke dalam golongan obat keras.
Hingga saat ini, pihaknya masih belum bisa memberikan keterangan mengenai motif apapun. Begitu pula dengan penetapan status tersangka terhadap SU, yang pihaknya masih menunggu pengembangan penyelidikan.
“Autopsi sudah, namun untuk hasilnya butuh waktu paling tidak beberapa hari kedepan. Autopsi penting ada beberapa sampel diambil untuk menentukan penyebab kematian apakah karena obat itu atau yang lainnya,” tutur dia.
Terpisah, Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Provinsi Banten mengecam keras tindakan pembunuhan terhadap Kepala Desa Curuggoong. Apalagi, tindakan dugaan pembunuhan tersebut dilakukan oleh terduga seorang mantri.
Sekjen Apdesi Banten, Rafik Rahmat Taufik, mengatakan bahwa tindakan pembunuhan terhadap Kades Curuggoong sudah di luar norma kemanusiaan.
“Kami mengecam atas pembunuhan terhadap rekan se-profesi kami. Tindakan itu tidak manusiawi,” katanya dalam keterangan tertulis.
Untuk itu, pihaknya mendesak agar polisi bekerja cepat dan profesional untuk mengungkap motif dugaan pembunuhan tersebut.
“Kami juga meminta pihak kepolisian untuk bekerja cepat dan profesional dalam mengungkap motifnya,” ungkapnya.
Di sisi lain, pemberian hukuman harus diberikan maksimal karena patut diduga dilakukan berencana. Terlebih, Kades Curuggoong diduga dibunuh menggunakan suntikan hingga akhirnya dinyatakan meninggal dunia di rumah sakit.
“Ini ada motif baru dugaan ya, ada perencanaan karena menggunakan suntikan yang harus cairannya dimasukin dulu. Jika terbukti, kami mendesak digunakan pasal perencanaan,” ucapnya.
Selain itu, Penjabat Gubernur Banten juga diminta untuk menyelidiki dan bertindak tegas dengan memberikan sanksi terhadap terduga pelaku. Sebab berdasarkan informasi yang diperolehnya, terduga pelaku merupakan pegawai di rumah sakit milik Pemprov Banten.
“Terakhir kami mendesak Pj Gubernur memberikan sanksi tegas, karena terduga pelaku seorang mantri bekerja di rumah sakit milik pemerintah,” tegasnya.(DZH/PBN)
Discussion about this post