PELATIHAN Peningkatan Keterampilan Dasar Teknik Instruksional (Pekerti) menjadi pelatihan yang ditunggu-tunggu oleh para dosen. Bagaimana tidak, pelatihan yang berfokus pada peningkatan keterampilan pedagogis dan pengajaran para dosen itu, juga menjadi salah satu syarat untuk bisa mengikuti sertifikasi dosen (Serdos).
Serdos juga menjadi hal yang diidam-idamkan oleh para dosen. Selain mengukuhkan status sebagai dosen yang telah tersertifikasi, Serdos juga dapat memberikan tambahan nilai ekonomi bagi para dosen. Sebab, dosen yang telah tersertifikasi melalui proses Serdos, berhak mendapatkan tunjangan setiap bulannya, senilai satu bulan gaji pokok.
Tidak semua perguruan tinggi bisa melaksanakan pelatihan Pekerti. Berdasarkan Surat Edaran Direktur Sumber Daya Dikti pada Kemendikbudristek Nomor: 1955/E4/KK.01.01/2021 perihal Hasil Seleksi Penyelenggara Pelatihan Peningkatan Keterampilan Dasar Teknik Instruksional (Pekerti) dan Applied Approach (AA), hanya ada 57 perguruan tinggi saja yang boleh melaksanakan Pekerti, salah satunya Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta).
Pada tahun 2021, Untirta melalui Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penjaminan Mutu (LP3M) melaksanakan kegiatan Pekerti setidaknya sebanyak sembilan kali. Dari seluruh pelaksanaan kegiatan Pekerti itu, berdasarkan dokumen yang BANPOS miliki, sebanyak 1.276 dosen telah menjadi peserta pelatihannya.
Akan tetapi, ‘pekerti’ yang memiliki makna akhlak, tabiat, watak berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), justru dinilai tidak ‘berbudi’ oleh Mahasiswa Banten Berintegritas. Pasalnya, aliansi yang mengklaim berasal dari berbagai universitas itu, melaporkan program Pekerti ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ada sejumlah pejabat yang diduga terlibat di dalamnya.
Berdasarkan rilis yang diterima BANPOS, Mahasiswa Banten Berintegritas menyebut bahwa pelaporan sejumlah pejabat Untirta ke KPK RI dilakukan pada Jumat (6/1) kemarin, melalui sistem whistleblowing WhatsApp KPK RI. Rilis itu diterima BANPOS mulanya secara anonim, dan dikirimkan melalui nomor WhatsApp luar negeri.
Pada laporan yang diberikan kepada KPK itu, Mahasiswa Banten Berintegritas menyebutkan bahwa telah terjadi dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) berupa penggunaan uang negara, yang dilakukan tanpa melalui aturan dan mekanisme yang diatur peraturan Perundang-undangan.
“Uang itu berasal dari masyarakat atau dalam lembaga berstatus Badan Layanan Umum (BLU) disebut sebagai Pendapatan Negara Bukan Pajak atau PNBP,” kata pelapor dalam rilis tertulisnya yang diterima BANPOS pada Selasa (10/1).
Sang pelapor yang mulanya anonim, mulai berani membuka jati diri mereka. Di hari berikutnya dengan nomor luar negeri yang berbeda, sang pelapor menobatkan dirinya sebagai Mahasiswa Banten Berintegritas. Dalam rilis kedua, mereka lebih blak-blakan dalam mempublikasikan data.
Memperjelas rilis sebelumnya, Mahasiswa Banten Berintegritas mengatakan bahwa dalam laporan itu, pihaknya menduga negara mengalami kerugian sebesar Rp2.846.572.260. Kerugian itu timbul akibat pelaksanaan program Pelatihan Teknik Instruksional (Pekerti) tahun 2021.
Program Pekerti itu merupakan program yang dilaksanakan oleh Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penjaminan Mutu (LP3M) Untirta. Program itu dilaksanakan sebanyak sembilan kali kegiatan dalam kurun waktu 2021.
“Ketua pelaksana Pekerti, PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) LP3M dan Bendahara LP3M Untirta diduga terlibat dalam dugaan korupsi Pekerti. Pekerti 2021 dilaksanakan online dan offline, dengan biaya Rp1,750 juta dan Rp1.4 juta,” tulis Mahasiswa Banten Berintegritas dalam rilisnya, Rabu (11/1).
Mereka mengatakan bahwa modus dilakukannya dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) itu dengan cara mengajukan pencairan anggaran kegiatan pekerti, dengan tidak sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) Untirta.
“Ketua pelaksana meminta kepada PPK LP3M untuk mengajukan pencairan dana kegiatan Pekerti, tapi tidak disertakan rencana penggunaan anggaran biaya (RAB dan TOR) per kegiatan sesuai dengan SOP yang ditetapkan Peraturan Rektor Nomor: 006/UN43/KU/PER/2014,” katanya.
Mereka mengatakan, meskipun dalam pengajuan pencairan itu tidak sesuai dengan SOP, akan tetapi bendahara LP3M Untirta tetap mencairkan pengajuan anggaran. Berdasarkan hasil temuan pihaknya, tidak ada SK Rektor, sebagai dasar pengeluaran belanja kegiatan Pekerti.
“Pengawas internal Untirta berdasarkan dokumen (juga) menemukan tidak ada dasar aturan dan rincian pengenaan tarif sebesar Rp1.750.000 dan Rp1.400.000 tiap peserta kegiatan Pekerti. Seharusnya pengenaan tarif berdasarkan SK Rektor, dan berlaku per kegiatan aja,” terangnya.
Ia mengatakan, berdasarkan data yang pihaknya miliki, dana yang masuk dan dikelola oleh LP3M Untirta untuk pelaksanaan kegiatan Pekerti selama tahun 2021 yaitu sebesar Rp2.846.572.260.
“Pengawas internal Untirta dalam dokumen yang kami laporkan juga ke KPK, mendapati kegiatan Pekerti pada tahun 2021 semuanya tidak memiliki laporan pertanggungjawaban yang dapat dipertanggungjawabkan secara sah dan valid,” ucapnya.
Mahasiswa Banten Berintegritas menilai bahwa seluruh anggaran yang digunakan oleh LP3M Untirta untuk melaksanakan kegiatan Pekerti, dianggap sebagai kerugian negara. Karena selain tidak dipertanggungjawabkan, juga tidak berdasarkan aturan yang berlaku dalam pencairannya.
“Kami menilai seluruh anggaran itu kerugian negara atau total loss, karena mencontoh dakwaan Kejaksaan Tinggi Banten pada kasus hibah pondok pesantren, keuangan negara yang dikeluarkan tanpa aturan dapat disebut kerugian negara,” tandasnya.
Bak peribahasa ‘gayung bersambut, kata berjawab’, dua publikasi BANPOS terkait dengan dugaan tipikor pada pelaksanaan Pekerti, disambut oleh sumber internal Rektorat Untirta. Kepada BANPOS, sumber itu memberikan berkas digital berbentuk PDF yang berisikan hasil reviu tindaklanjut pelaksanaan kegiatan Pekerti tahun 2021.
Dalam dokumen yang BANPOS duga juga dijadikan referensi pelaporan atas kegiatan itu, berisikan data mendetail atas pelaksanaan kegiatan Pekerti selama tahun 2021. Dokumen itu berjumlah 29 halaman itu, terdapat sejumlah halaman yang hilang. Halaman itu adalah halaman 2 hingga halaman 5.
Terdapat sebanyak 24 halaman yang merinci detail masing-masing temuan pada pelaksanaan sembilan program Pekerti tersebut. Dari keseluruhan bagan temuan itu, mayoritas menggambarkan bahwa pelaksanaan Pekerti seperti tidak taat administrasi dan aturan.
Sebagai contoh, BANPOS mengutip sedikit catatan temuan pada pelaksanaan Pekerti tanggal 20-26 September 2021. Pada pelaksanaan tersebut, terdapat sebanyak 91 orang peserta dengan biaya pendaftaran senilai Rp1.750.000. Kegiatan itu dilaksanakan secara online dan dibagi menjadi dua kelas yakni kelas A dan B.
Adapun catatan temuan pada pelaksanaan tanggal tersebut, terdapat lima poin catatan. Pertama, tidak ditemukan dasar penarikan biaya pendaftaran sebesar Rp1.750.000 yang dilakukan panitia. Kedua, Tidak ditemukan SK Rektor selaku KPA sebagai dasar pengeluaran belanja: Honor Operasional Kegiatan (panitia), Honor Pembuatan Bahan Ajar (modul), Honor Penyusun Soal Pre Test dan Post Test, Honor Telaah Materi dan Honor Telaah Bahasa Soal Pre Test dan Post Test, Belanja paket data bagi pengajar dan fasilitator, Honor Pengajar Modul dalam Satuan Kerja, Honor Fasilitator Diklat, dan Honor Anggota Bahan Ajar.
Ketiga, tidak ada bukti pertanggungjawaban atas belanja paket data pengajar dan fasilitator dan pembayaran paket data adalah OB (orang per bulan). Keempat, tidak ada bukti setor pajak atas pembayaran belanja baik PPh 21, PPh 22 dan PPh 23. Kelima, tidak ada Buku Kas Umum (BKU) khusus dari pengeluaran belanja kegiatan Pekerti tanggal 20-26 September 2021.
Pada halaman terakhir, reviu yang dikeluarkan oleh Satuan Pengawasan Internal (SPI) Untirta tersebut, didapati kesimpulan yang terdiri atas kesimpulan Laporan Kegiatan, Laporan Keuangan dan Rekomendasi.
Pada kesimpulan laporan kegiatan, tim SPI Untirta memberikan catatan atas ketiadaan sejumlah dokumen seperti rekap peserta (nama, NIDN dan kampus asal), absensi per sesi kegiatan, absensi narasumber atau pengajar, rekap nilai dari pre test dan post test peserta serta rekap nilai tugas peserta sehingga dapat dijadikan acuan kelulusan sesuai standar yang dijadikan acuan, tidak ada dasar kelulusan para peserta (dapat berupa SK dari Rektor atau Ketua Panitia) sebagai dasar pengeluaran sertifikat Pekerti, kelengkapan berupa biodata narasumber hanya ada satu orang beserta materi dan modulnya.
Selanjutnya, catatan dari SPI Untirta yaitu kegiatan Pekerti LP3M Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dilakukan secara online dan dilakukan secara kerja sama dengan Universitas Primagraha dan APPERTI, akan tetapi tidak dapat ditemukan peran pihak ketiga atas kegiatan Pekerti. Lalu, tidak ditemukannya dasar pengenaan tarif atas kegiatan Pekerti yang dipungut kepada peserta kegiatan.
Sementara pada kesimpulan laporan keuangan, terdapat catatan sebagai berikut: total dana Pekerti yang dikelola oleh LP3M adalah senilai Rp2.846.572.260 dengan rincian total setoran dari Universitas Primagraha Rp1.054.320.000, APPERTI Rp365.400.000 dan dari peserta Rp1.426.852.260. Kedua, tidak ditemukan dasar penarikan uang registrasi sebesar Rp.1.750.000 yang dilakukan panitia. Ketiga, terdapat penurunan biaya registrasi pada periode 7-12 Juni 2021, 14-19 Juni 2021 dan 13-19 Juli 2021 dari semula Rp1.750.000 menjadi Rp1.400.000 akan tetapi pada tanggal 20-26 Agustus 2021, 20-26 September 2021 dan 13-19 Oktober 2021, naik kembali menjadi Rp1.750.000 tanpa didasari aturan yang jelas (SK Rektor atau SK Kementerian).
Keempat, tidak ditemukan SK Rektor selaku KPA sebagai dasar pengeluaran belanja sehingga pengeluaran uang oleh PPK LP3M dan BPP LP3M tidak didasari aturan dari Rektor selaku Kuasa Pengguna Anggaran di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Kelima, BPP LP3M dan PPK LP3M tidak memiliki Buku Kas Umum (BKU) khusus kegiatan Pekerti dan AA, sehingga proses pencatatan tidak sesuai dengan aturan.
Keenam, terdapat belanja ATK dan Bahan Habis Pakai yang jumlahnya besar padahal kegiatan dilakukan secara online. Ketujuh, belanja pengadaan bahan ajar atau Modul dilakukan setiap kali kegiatan tanpa didukung bukti yang valid dan seharusnya belanja modul harus disertakan perubahan isi modul minimal 25 persen dari modul awal. Kedelapan, tidak ditemukannya bukti setor pajak baik PPn, PPh 21, PPh 22 dan PPh 23 terkait pengeluaran yang dilakukan oleh panitia LP3M.(DZH/ENK)
Discussion about this post