“Serta Tingkat III, pengambilan keputusan oleh Sidang Paripurna setelah mendengar laporan Pimpinan Panitia Ad Hoc, dan bilamana perlu dengan kata akhir dari Fraksi dan Kelompok DPD. Pembicaraan Tingkat III untuk mengambil keputusan tentang bentuk hukum dan rancangan PPHN bisa saja waktunya dilakukan setelah Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden/Wakil Presiden 14 Februari 2024, sehingga kondisi politik sudah jauh lebih tenang dan kondusif,” jelas Bamsoet.
Anggota Komisi III DPR ini menerangkan, Rapat Pimpinan MPR juga memutuskan agar MPR segera membentuk Mahkamah Kehormatan Majelis sebagai Alat Kelengkapan MPR untuk memastikan setiap anggota MPR dalam menjalankan tugas dan fungsinya senantiasa menjaga kehormatan dan keluhuran lembaga MPR.
MPR juga akan kembali menggencarkan inisiasi agar Indonesia memiliki Mahkamah Etik Nasional sebagai tindak lanjut atas TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Sehingga setiap putusan etika yang diputuskan berbagai penegak kode etik yang terdapat di berbagai lembaga negara maupun organisasi profesi, tidak lagi dihadapkan dengan peradilan umum. Dengan demikian para pencari keadilan yang merasa tidak puas atas putusan etika yang dikeluarkan oleh masing-masing penegak kode etik, bisa mengajukan banding ke Mahkamah Etik Nasional.
“Pada November 2020 lalu, MPR bersama Komisi Yudisial dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu telah menyelenggarakan Konferensi Nasional II Etika Kehidupan Berbangsa, sebagai salah satu pintu masuk menghadirkan Mahkamah Etik Nasional. Akibat pandemi Covid-19, pembahasan pembentukan Mahkamah Etik Nasional yang sempat tertunda tersebut akan kembali digencarkan,” terang Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menambahkan, Rapat Pimpinan MPR juga memutuskan agar dilakukan kajian mendalam bersama pimpinan DPR dan DPD terkait keberadaan undang-undang MD3 (MPR/DPR dan DPD RI), agar kedepannya tugas pokok dan fungsi MPR RI diatur dalam Undang-Undang tersendiri, yakni UU tentang MPR RI, sehingga tidak lagi bergabung dalam Undang-Undang MD3. Begitu juga DPR, DPD, serta DPRD Kabupaten/Kota, masing-masing juga memiliki Undang-Undang tersendiri, tidak lagi bergabung dalam UU MD3. “Wacana ini sempat bergulir saat saya menjabat sebagai Ketua Komisi III dan Ketua DPR RI pada periode yang lalu,” ujar Bamsoet.