Najib juga memutuskan untuk membeli pembangkit listrik. Untuk proyek-proyek Najib, dia meminjam uang hingga miliaran ringgit.
Dengan penetapan harga yang terlalu tinggi, sebagian uang bisa hilang dan hilang. Tapi, kata Mahathir, Najib menemukan cara untuk melampaui plafon yang diizinkan untuk dipinjam pemerintah.
Dia mendirikan sebuah perusahaan milik pemerintah, seolah-olah untuk berinvestasi. Biasanya, dana tersebut berasal dari kelebihan pendapatan yang diperoleh pemerintah. Tapi dana ini harus dipinjam.
“Meski 100 persen dimiliki pemerintah, perusahaan 1MDB (1 Malaysia Development Berhad) tidak dikenakan pagu pinjaman pemerintah. Saat itu, pagunya adalah 53 persen dari PDB. Najib meminjam 42 miliar ringgit, pinjaman terbesar yang pernah diperoleh negara,” urai Mahathir.
Sebagian dari uang tersebut, kemudian digunakan untuk membeli pembangkit listrik di atas harga pasar. Sebagian besar sisa dana tersebut, menguap begitu saja setelah diinvestasikan dalam proyek-proyek minyak dan gas yang meragukan di Timur Tengah.
Sejumlah uang kemudian dipindahkan melalui bank-bank di Karibia, di Seychelles dan Singapura.
Entah bagaimana, sejumlah besar uang berakhir di rekening Najib di AmBank. Kemudian, Najib mengklaim bahwa miliaran plus di rekening banknya adalah hadiah dari royalti Saudi.
“Klaim ini dapat diverifikasi. Tapi, sedikit usaha yang dilakukan untuk melacak pergerakan uang,” ucap Mahathir.
Uang dalam jumlah besar, tidak mudah dipindahkan. Uang tunai, tidak praktis untuk memindahkannya. Itu harus dalam bentuk dokumen. Seperti cek atau transfer elektronik. Harus ada catatan yang dipegang oleh bank, yang menerbitkan atau menerima dokumen.
Mahathir menyebut, bank penerbit dan bank penerima pasti punya catatan. Bank juga harus mencatat, bagaimana uang itu sampai di bank, deposan atau deposan, dan bagaimana uang itu diperoleh.
“Jika penyelidik peduli, mereka dapat melacak pergerakan uang. Buktikan apakah itu benar hadiah. Tapi, sampai saat ini, tidak ada bukti bahwa pemerintah telah melakukan penyelidikan menyeluruh,” ujar Mahathir.
Discussion about this post