SERANG, BANPOS – Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (DKPP) Kabupaten Serang menyampaikan bahwa cuaca tidak menentu membuat petani garam di Kampung Brangbang, Desa Lontar, cukup kesulitan untuk mencapai target panen garam. Dari 15 hektare lahan atau 120 meja, ditarget panen perdana pada akhir Agustus mendatang dengan capaian 100 ton.
Hal itu diungkapkan oleh Kepala DKPP Kabupaten Serang, Suhardjo. Ia mengaku, para petani pekan lalu telah memasang membran, yaitu terpal untuk digunakan sebagai alas garam.
“Kita targetkan diakhir Agustus dilakukan panen perdana, karena cuacanya yang masih sering hujan, dan air laut pasang, terendam lagi lahan garamnya,” ujarnya, beberapa waktu yang lalu.
Menurutnya, apabila terjadi kemarau hingga bulan November, panen garam ditarget mencapai 1500 ton. Namun pihaknya berharap saat ini tidak ada impor garam, karena akan berdampak harga jual petani lokal turun drastis.
“Kalau kemarau panjang sampai November nanti, hasil panen garam ditargetkan mencapai 100 ton, targetnya 1500 ton dari 15 hektar tersebut,” tuturnya.
Ia mengungkapkan, setiap harinya para petani garam dapat memanen sebanyak 1,5 ton, dengan harga jual garam saat ini Rp700 perkilogram. Harga itu disebut bagus, karena saat ini biaya produksi garam dipatok Rp400 perkilogram, sehingga petani masih mendapatkan keuntungan sejumlah Rp300 perkilogram garam.
“Ini cukup, karena biaya produksi Rp400 dan dijual Rp700, jadi masih ada untung untuk petani Rp300 perkilogram. Kalau misalnya cuacanya mendung terus dan tidak ada impor, harga bisa mencapai Rp2.000 rupiah perkilogram,” ungkapnya.
Untuk target, ia belum mengetahui apakah tercapai atau tidak. Karena target bulan Agustus sudah mundur, akibat cuaca tidak menentu, hujan hingga air laut pasang.
“Untuk penjualan belum, tapi untuk pasar lokal ada. Untuk yang pengrajin ikan asin, penyamakan kulit itu memakai garam. Termasuk untuk dikonsumsi masyarakat, karena ada beberapa pengolah garam untuk dijadikan garam konsumsi,” tandasnya.
Menanggapi hal itu, Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Serang, Aep Syaefullah, mendorong agar pemerintah tidak melakukan impor garam. Sebab, dimasa pendemi ini akan lebih berdampak kepada masyarakat khsusunya para petani garam.
“Kalau impor itu kan langsung dari pemerintah pusat, diharapkan di Kabupaten Serang tidak terjadi itu. Kalau ada impor akan mengakibatkan harga di petani garam jadi turun,” tuturnya.
Ia meminta pemerintah agar tidak melakukan impor garam, selagi persediaan garam lokal masih tercukupi. Kemudian pemerintah pun harus memperhatikan para petani dan mendorong pemerintah agar menunda impor garam.
“Apabila kondisi tersebut terjadi, kasihan para petani. Sudah dalam keadaan pandemi, ditambah ada barang masuk dari luar,” tandasnya. (MUF/AZM)
Discussion about this post