SERANG, BANPOS - Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pengadaan tanah untuk pembangunan Samsat Malingping menghadirkan Kepala Bapenda Provinsi Banten, Opar Sohari dan mantan Sekretaris Bapenda Provinsi Banten, Epi Rustam, sebagai saksi. Opar menjadi saksi pertama yang menyampaikan keterangannya di depan Majelis Hakim. Beberapa jam di persidangan, Opar diberondong berbagai pertanyaan mulai dari Majelis Hakim, hingga kuasa hukum terdakwa. Menjelang akhir persidangan, Opar sempat bersitegang dengan terdakwa, Samad, kaitannya dengan kronologis pengadaan tanah yang diduga dibeli oleh Samad lalu kembali dijual ke Pemprov Banten. Opar mengatakan bahwa Samad membeli tanah menggunakan uang Bapenda Provinsi Banten dan atas inisiatif pribadinya, kepada saksi atas nama Cicih. Namun keterangan tersebut dibantah oleh Samad. "Salah yang mulia. Saya tidak membeli dari Cicih, tidak benar saya beli dari Cicih. Seluas 6.510 meter dibeli dari Uwi. Menggunakan uang pribadi bukan uang Bapenda," ujarnya, Selasa (24/8). Hakim Ketua pun sempat mempertegas kepada Opar, terkait dengan keterangannya tersebut. Namun Opar tetap pada keterangannya. "Tetap pada pernyataan," katanya. Saksi selanjutnya yakni mantan Sekretaris Bapenda Provinsi Banten, Epi Rustam. Epi yang juga merupakan Ketua Panitia Pengadaan Tanah, menyampaikan bahwa pihaknya memang melakukan pembelian lahan kepada Uwi seluas 6.510 meter persegi dengan cara transfer langsung melalui Kas Daerah. "Pemiliknya tidak hanya Haji Uwi, ada Haji Irawan. Yang dibeli tanah atas nama Uwi. Bayar via transfer dari Kas Daerah ke pak Haji Uwi. Ada buktinya. Selain pak Haji Uwi, tidak ada yang ditransfer," ujarnya. Namun, persidangan sampat dibuat bingung oleh keterangan Epi Rustam terkait dengan kepemilikan lahan Uwi dan Cicih. Sebab berdasarkan hasil Berita Acara Pemeriksaan (BAP), terdapat seluas 1.707 meter persegi tanah yang disebut masuk ke dalam tanah yang dimiliki Uwi. "Bagaimana bisa tanah yang sebelumnya atas nama Cicih Suarsih seluas 1707 meter persegi, pada akhirnya seluruhnya dibayarkan ke Uwi? Yang 4.410 meter buktinya apa?" tanya Majelis Hakim. "Bahwa memang kami menyerahkan ke BPN untuk dilakukan identifikasi secara keseluruhan, siapa pemilik dari lahan ini. Memang pada saat itu kami sempat menanyakan kepada PPTK, menanyakan ke pihak BPN. Lahan yang bermasalah yang 1.707 yang termasuk ke pembayaran 4.410 meter persegi. Kalau masalah secara detail saya kurang begitu tahu," jawap Epi. Menurutnya, ia hanya bertugas dari segi persiapan. Dirinya pun mengaku baru tahu kalau hal itu menjadi masalah setelah diperiksa oleh Kejaksaan. "Yang kami tahu, kami melakukan semua pembayaran ke pak Haji Uwi dua blok itu. Yang kami tau justru masalah itu muncul setelah dilakukan pembayaran dan setelah kami diperiksa oleh Kejaksaan. Bahwa lahan yang dibayarkan itu ada perjanjian di bawah tanah terhadap haji Samad. Belum ada buktinya, masih perjanjian di bawah tanah. Itu sebelum pembayaran dari Bapenda, AJB dari Cicih belum ada pembayaran," ucapnya. Berkaitan dengan Akta Jual Beli (AJB) yang mencantumkan nama Cicih Suarsih/Euis pun Epi tidak paham. Sebab selain AJB tersebut, ternyata terdapat sertifikat hak milik (SHM) atas nama Uwi/Euis juga di tanah yang sama. Epi pun ditanya terkait dengan tugas sekretaris pelaksana, yakni Samad, dalam hal pengadaan lahan. Hakim menanyakan, apakah menjadi tugas Sekretaris Pelaksana untuk mencari tanah. "Inisiatif terdakwa sendiri mencari lahan. Jalan sendiri, tanpa sepengetahuan saya. Bukan perintah dan tanpa SK," terangnya. Menariknya, Hakim sempat berseloroh terkait dengan jawaban Epi atas pertanyaan yang disampaikan oleh kuasa hukum Samad. Saat itu, kuasa hukum menanyakan apakah yang dilakukan oleh Samad untuk mencari sendiri tanah untuk pengadaan gedung Samsat, merupakan sesuatu yang salah, Epi mengatakan tidak. "Secara normatifnya sudah betul. Yang salah, pada saat kami dipanggil ternyata ada masalah, dan masalahnya itu adalah masalah hukum. Sehingga, kami boleh dikatakan kecolongan," ujar Epi. Melihat jawaban Epi yang tidak tegas sebagai saksi fakta, Hakim Ketua pun kembali menegaskan dimana letak kesalahan dari Samad dalam proses pengadaan tanah tersebut. "Dimana letak kesalahannya? Kalau begini terus, terdakwa bisa disebut tidak bersalah," tegasnya. Selanjutnya, Epi pun menyatakan bahwa dalam SK yang ada, tidak diuraikan secara mendetail terkait dengan tugas panitia pengadaan. Bahkan menurutnya, ia baru tahu uraian tugas tersebut setelah diperiksa oleh Kejaksaan. Begitu pula dengan yang ada pada BAP. Sebab, dirinya saat ditanya oleh Hakim pun tidak bisa menjawab sesuai dengan yang ada di BAP. "Bahwa tim yang ada ini adalah tim internal untuk menunjang pelaksanaan-pelaksanaan tugas. Tim ini saya juga sempat bingung kenapa gak ada uraian tugasnya. Bahwa pada saat kami menerima surat keputusan menjadi tim persiapan, di dalamnya itu itu tidak ada uraian. Saya baru tau tugas sebagai ketua pada saat pemanggilan di Kejaksaan, saya baru melihat tugas di tim internal saat itu. Karena diperlihatkan Pergub nomor 11 tahun 2018," ungkapnya.(DZH/ENK)<!--nextpage-->
Discussion about this post