Kedua, lanjutnya, praktik suap bansos dilakukan di tengah kondisi pandemi Covid-19. Hal ini menunjukkan betapa korupsi yang dilakukan Juliari sangat berdampak, baik dari segi ekonomi maupun kesehatan, terhadap masyarakat.
Kemudian ketiga, hingga pembacaan nota pembelaan atau pledoi, Juliari tak kunjung mengakui perbuatannya. Padahal, dua orang yang berasal dari pihak swasta, Ardian dan Harry, telah terbukti secara sah dan meyakinkan menyuap Juliari.
Dan keempat, hukuman berat yang dijatuhkan terhadap Juliari bisa memberikan pesan kuat bagi pejabat publik lain agar tidak melakukan praktik korupsi di tengah situasi pandemi Covid-19
“Berangkat dari hal ini, maka semakin lengkap kebobrokan penegak hukum, dalam menangani perkara korupsi bansos,” ucap Kurnia.
Sementara itu, Penasihat Hukum eks Mensos Juliari Batubara, Maqdir Ismail mengatakan, vonis 12 tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim terhadap kliennya sangat memberatkan.
Sebab, ia menyebut, Juliari tidak pernah menerima uang suap bansos Covid-19 wilayah Jabodetabek tahun 2020, seperti yang didakwakan JPU KPK.
“Yah, sangat berat, karena buktinya sekarang bahwa Pak Ari (Juliari) itu menerima uang? Nggak ada, selain dari pengakuan Matheus Joko Santoso dan juga Adi Wahyono,” ujar Maqdir seusai persidangan
Lebih lanjut, kata dia, tidak ada barang bukti menyangkut perkara tersebut yang disita KPK dari Juliari.
“Mana ada barang bukti yang disita dari dia? Kan nggak ada. Suap itu kan ada barangnya, bukan angan-angan orang gitu lho,” selorohnya.
Maqdir menyatakan, putusan itu di luar perkiraannya. Soalnya, vonis yang dijatuhkan majelis hakim lebih tinggi dari tuntutan jaksa.
Meski begitu, ia belum bisa memastikan bahwa pihaknya bakal mengajukan banding atas putusan majelis hakim tersebut. “(Banding) nanti kita lihat lah,” ucapnya.
Sementara Juliari ogah berkomentar soal vonisnya. “Sama penasihat hukum saya ya,” tuturnya sembari menaiki mobil tahanan, di Gedung KPK Kavling C1.(OKT/AZM/RMID)
Discussion about this post