Selain itu, Pemkot Serang juga mengalami kekurangan penerimaan daerah atas pengelolaan air bersih di wilayahnya. Di Kota Serang, ada dua perusahaan pengelola air bersih, yaitu PT Sauh Bahtera Samudra dari pihak swasta dan Perusahaan Daerah Air Bersih (PDAB) Tirta Madani.
Dari kedua perusahaan itu, BPK menilai Pemkot Serang dari PT SBS dan PDAB Kota Serang kehilangan pendapatan daerah lebih dari Rp1,5 miliar. Rinciannya adalah dari PT SBS sebanyak Rp879,689 juta dan dari PDAB sebesar Rp636,918 juta.
“Permasalahan disebabkan Sekretaris Daerah kurang optimal dalam melakukan pengawasan atas pelaksanaan perjanjian kerjasama kepada PT SBS dan PDAB,” kata BPK dalam ikhtisar LHP tersebut.
Bukan hanya itu, BPK juga menemukan penyimpangan sebesar Rp612,334 juta dari pelaksanaan sembilan paket pekerjaan jalan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) dan Dinas Permukiman (Dosperkim). BPK menilai, kerugian Negara dalam pekerjaan-pekerjaan itu timbul sebab pekerjaan yang dilakukan tidak sepenuhnya sesuai spesifikasi kontrak
“PPK, Pelaksana Teknis, Konsultan Pengawas dan Penyedia dalam melaksanakan tugas dan fungsinya belum sepenuhnya memedomani peraturan pengadaan barang/jasa pemerintah dan surat perjanjian/kontrak pekerjaan,” sambung LHP itu.
Selain pekerjaan pembangunan jalan, pekerjaan pembangunan gedung di Kota Serang juga tak luput dari penyimpangan. BPK menemukan indikasi kerugian Negara sebesar Rp290,505 juta akibat pekerjaan yang menyalahi kontrak dari sembilan paket pekerjaan gedung bangunan pada enam perangkat daerah. Keenam perangkat daerah itu adalah DPUPR, Disperkim, Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga, Dinas Perpustakaan, Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi serta Dinas Pendidikan.
Di BPKAD Kota Serang, BPK juga menemukan penyimpangan dalam pembayaran insentif pemungutan pajak. Nilai yang terendus BPK mencapai Rp256,840 juta. Dalam temuan itu BPK menilai Kepala BPKAD kurang cermat menghitung pembagian insentif pemungutan pajak.
Selain itu BPKAD juga melakukan pelanggaran karena membayarkan Gaji 10 Pegawai yang telah pensiun. BPK menilai harusnya kerugian senilai Rp111,599 juta itu bisa dihindari bila ada koordinasi antara BPKAD dengan BKPSDM Kota Serang.
Selepas dari Kota Serang, BPK juga menemukan temuan besar di Kota Cilegon. BPK menilai pekerjaan pembangunan gedung kantor baru sekretariat daerah pada dinas pekerjaan umum dan tata ruang tidak sepenuhnya sesuai spesifikasi kontrak. Selain itu denda keterlambatan dalam pembangunan gedung enam lantai itu belum dikenakan kepada penyedia.
Gedung tersebut diresmikan pada 10 Februari lalu oleh walikota terdahulu Edi Ariadi dan diberi nama Graha Edhi Praja. Dan saat ini sudah ditempati sejumlah OPD.
Gedung tersebut menelan anggaran hampir Rp65,8 miliar dari total pagu anggaran senilai Rp71,6 miliar dari APBD Cilegon tahun 2020. Proyek tersebut dikerjakan PT Total Cakra Alam.
BPK menyebutkan, potensi kerugian Negara dari kasus itu mencapai Rp568,845 juta. Rinciannya terdiri dari Rp518,339 juta kelebihan pembayaran dan denda keterlambatan sebesar Rp50,506 juta.
“Kepala Dinas PUTR kurang optimal dalam pengendalian terhadap pelaksanaan pekerjaan,” demikian kesimpulan BPK atas temuan tersebut.
Pada bagian lain, di Kabupaten Pandeglang, LHP BPK jugua membeberkan temuan dugaan rekayasa daam pelaksanaan pekerjaan penyusunan naskah akademik Raperda. Anggaran sebesar Rp78,76 juta dialokasikan untuk pembuatan naskah akademik raperda Pengarusutamaan Gender, pada kegiatan penyusunan Raperda inisiatif DPRD dan Propemperda atas belanja konsultansi TA 2020.
Discussion about this post