Sejak kedatangan anggota Polres Cilegon ke rumahnya, nenek Rosmayati dipanggil dan diperiksa, hingga akhirnya dijadikan tersangka. Namun meski tersangka, nenek Rosmayati tak ditahan. Kini sang nenek menunggu ketuka palu keputusan hakim Pendadilan Negeri (PN) Serang.
“Saya spontan meminta pertolongan warga. Saya panik dan kaget. Tiba- tiba sudah ada empat orang yang langsung berteriak- teriak mencari anak saya dan langsung menyeretnya ke luar rumah dan akan dibawa ke mobil mereka. Saya hentikan upaya paksa Irfan itu dengan tangann kanan saya dengan cara mengeremos agar mulutnya diam. Alhamdulillah kekhawatiran saya tidak terjadi penculikan karena warga datang dan mengamankan empat orang itu. Ia sempat berteriak ada penculikan karena cara bertamu kasar, tidak ada itikad baik dari mereka cara bertamu,” ujar nenek Rosmayati.
Sejak diperiksa polisi, nenek Rosmayati tidak bisa berbuat banyak, Ia hanya pasrah mengikuti apa yang diketik polisi. Penyidik polisi Polres Cilegon hanya mengatakan bahwa dirinya diminta menjelaskan di Pengadilan terkait bahasa yang disangkakan kepadanya.
“Saya dituduhkan menampar- menganiaya- mengeroyok anggota polisi bernama Ir itu. Sejak di BAP (Berita Acara Pemeriksaan) polisi tidak menemukan bahasa yang pas karena saya hanya mengeremos (meremas,red) bukan menampar. Mereka datang ke rumah saya bak preman penagih utang. Cara dan tindakannya kasar dengan berbuat seenaknya di rumah orang lain. Ini yang saya tidak terima,” keluh nenek Rosmayati.
Ia menjelaskan, antara ia dan Ir dkk tidak ada permasalahan sebelumnya. Urusan lain di luar terkait anaknya tidak seharusnya dirinnya dibawa- bawa. Bahkan yang membuat ia miris adalah terkait sertifikat rukmahnya yang dirampas oleh Ir.
“Memang benar Rudi itu anak saya. Namun kehidupan kami berbeda dan punya urusan masing- masing. Tidak pantas korban (ia menyebut Ir) mengambil sertifikat rumah saya dan memaksa membayar hutang yang bukan urusan saya. Pak hakim yang mulia saya mohon keadilan,” tulis nenek Rosmayati.
Discussion about this post