Sehingga lanjut Tedi, semua rujukan perizinan mengacu terhadap ketentuan peraturan tersebut dan turunannya yaitu Normal, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) yang ditetapkan kementerian.
“Kalau seumpanya didaerah dikatakan ada diskresi dari kepala daerah, pasti kuncinya ada di tata ruang. Jadi Bupati sendiri tidak pernah memberikan diskresi itu. Kalau pada tata ruangnya tidak memperbolehkan, tetap saja tidak bisa walaupun itu investor besar,” terangnya.
“Itu terbukti dengan adanya investor yang akan berinvestasi hampi sebesar Rp 500 miliar, tetapi tidak sesuai peruntukana ruangnya. Itu di Pandeglang tidak memberikan izin, tapi tidak harus membuat mereka tidak boleh berinvestasi. Disatu sisi secara ruang yang diajukan tidak boleh, tapi kami minta mereka menggeser dan bersabar akhirnya dengan revisinya RTRW yang persetujuan substansi ini akhirnya bisa,” ungkapnya.
Terpisah, Pemerintah Kabupaten Lebak menunggu penerapan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan Perpajakan yang akan dilakukan oleh pemerintah pusat.
Pernyataan tersebut disampaikan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Lebak, Yosef Muhamad Holis kepada BANPOS.
Menurutnya, diterapkannya Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan Perpajakan oleh pemerintah pusat yang akan memangkas peraturan yang dinilai tumpang tindih akan berdampak kepada peningkatan investasi di Kabupaten Lebak.
Berbeda dengan pernyataan Ombudsman Perwakilan Banten, Yosef menyatakan, sampai saat ini, dan sepanjang yang diketahui pihaknya belum ada pelanggaran yang dilaporkan ke Ombudsman.
Adapun perusahaan di Kabupaten Lebak yang dilakukan pemantauan, pengawasan dan pembinaan terkait pelaporan kegiatan oleh DPMPTSP sedikitnya ada 56 perusahaan.(MG-01/MUF/DZH/LUK/DHE/PBN)
Discussion about this post