SERANG, BANPOS – Pascapemulangan 11 orang warga Kota Serang yang tinggal di Papua, Pemkot Serang berusaha mengantisipasi agar para penyintas, khususnya anak-anak, tidak merasakan trauma akibat konflik tersebut.
Konflik sosial yang terjadi di Wamena dikhawatirkan akan menimbulkan efek psikologis yang panjang bagi para penyintasnya. Sebab itu, dengan kegiatan trauma healing diharapkan dapat mengurangi, bahkan menghilangkan efek negatif tersebut.
Biasanya, kegiatan trauma healing memang disasar kepada anak-anak, dikarenakan mental dan psikologisnya yang dianggap belum kuat. Akan tetapi, dalam kasus ini, ternyata orangtua yang lebih merasakan trauma, hingga menyatakan masih berpikir-pikir terlebih dahulu untuk kembali lagi ke Papua.
“Mau pulang ke Papua lagi, tapi kondisi disana belum begitu kondusif. Kalau bisa mah, kita gak kesana lagi. Mudah-mudahan di Kota Serang bisa berusaha kembali,” ujar Nur Hasanudin, warga Dalung yang menjadi salah satu penyintas konflik Wamena, Selasa (29/10).
Ia mengakui, kegiatan trauma healing seperti ini cukup dibutuhkan, karena dengan kondisinya saat ini yang belum dapat bekerja lagi, akhirnya menyebabkan tidak ada kegiatan yang dapat mengalihkan ingatan atas konflik tersebut.
“Namun setelah mengikuti trauma healing ini kita jadi tahu sedikit demi sedikit bagaimana mengatasi trauma atas konflik yg terjadi kemarin,” jelasnya.
Ia berharap, Pemkot Serang dapat mengupayakan agar dirinya beserta penyintas yang lain dapat berusaha atau bekerja kembali. Selain itu, ia berharap pula anak-anak bisa melanjutkan pendidikan sekolahnya.
Dalam kegiatan tersebut, dihadiri juga oleh ketua TP-PKK yang juga merupakan ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Serang Ade Jumaiah Syafrudin.
Istri dari Walikota Serang ini menegaskan, pihaknya akan terus mendampingi para penyintas. dalam rangka menghilangkan traumanya tersebut.
Discussion about this post