PORANG saat ini sedang ramai dibicarakan karena diyakini sebagai komoditas ekspor dan sumber karbohidrat masa depan.
Petani sedang bergairah menanam Porang karena harga Porang saat ini sangat menguntungkan dan terus mengalami kenaikan dari tahun ketahun. Bahkan, pabrik pengolahan Porang untuk ekspor seakan berebut bahan baku untuk memenuhi kapasitas produksinya.
Menurut laman resmi Kementerian Pertanian RI, Porang adalah tanaman penghasil umbi yang dapat dimakan, merupakan anggota marga Amorphophallus.
Dari segi penampilan serta manfaatnya Porang memang mirip dengan suweg dan walur sehingga sering kali dirancukan dengan kedua tanaman tersebut. Mengingat manfaat Porang dan prospek pasarnya yang cukup baik maka kedudukan tanaman Porang sangat potensial dikembangkan di tengah Pandemi Covid-19 sebagai salah satu komoditas yang bisa diandalkan dalam mengentaskan kemiskinan dan mengatasi pengangguran.
Porang secara alami tumbuh pada musim hujan pada lahan tegalan, pemakaman dan di bawah tegakan tanaman kehutanan dan perkebunan. Porang termasuk tanaman yang toleran dengan naungan hingga 60%. Porang dapat tumbuh pada jenis tanah subur maupun marginal pada ketinggian 0 sampai 700 m dpl.
Di kawasan hutan, Porang ditanam di bawah pohon kayu-kayuan yang secara bersamaan dapat ditanam secara tumpangsari dengan tanaman pangan dan sayuran untuk memenuhi kebutuhan pokok pangan dan papan. Saat ini Porang sudah dibudidayakan secara cukup intensif di areal terbuka bahkan di pekarangan dengan menggunakan polybag yang ditanam secara bersusun. Penanaman Porang menggunakan benih, biasanya digunakan dari potongan umbi batang maupun umbinya yang telah memiliki titik tumbuh atau umbi katak (bubil) yang ditanam secara langsung.
Saat musim tanam tiba (September-November) kebutuhan akan benih Porang cukup tinggi sehingga turut mengerek harga benih terutama yang bersumber dari katak (bulbil). Sebagai gambaran, harga benih Porang yang bersumber dari katak (bulbil) pada awal September tahun 2020 ini di Provinsi Banten dijual pada kisaran harga Rp120.000,- hingga Rp135.000,- per kg (dengan jumlah berkisar antara 250-350 butir per kg) kini, dalam waktu 15 hari saja sudah naik pada kisaran harga Rp250.000,- hingga Rp285.000,- per kg.
Discussion about this post