JAKARTA, BANPOS – Anggota Komisi II DPR Ahmad irawan bereaksi keras terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan Pemilu nasional dan daerah. Politisi Golkar ini menganggap, putusan MK itu inkonstitusional dan tidak konsisten. Sehingga, DPR tidak terikat untuk menindaklanjuti putusan tersebut.
Putusan MK itu harusnya bersifat final dan mengikat. Ternyata, tiap putusannya tidak final. MK sendiri yang merevisi putusan sebelumnya, sehingga berubah-ubah,” kata Irawan saat menjadi narasumber di Podcast Ngegas yang dipandu editor Rakyat Merdeka Siswanto, Selasa (1/7/2025).
Maksudnya berubah-ubah? Irawan menuturkan, Pemilu serentak 5 kotak; Pilpres, Pileg DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, merupakan hasil putusan MK. Karena putusan itu, maka DPR dan Pemerintah lantas membuat aturan untuk penyelenggaraannya di 2019 dan 2024.
Ternyata, MK bikin putusan baru yang merevisi putusan sebelumnya. Tidak hanya merevisi, MK kemudian membuat aturan baru bagi DPR dan Pemerintah sebagai open legal policy untuk memisahkan keserentakan pemilu dalam jeda waktu 2 sampai 2,5 tahun.
Kenapa salah? Mengeluarkan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota dari pelaksanaan pemilu legislatif (pileg) itu, bertentangan dengan konstitusi. Karena dalam Pasal 22E ayat 2 UUD 1945 disebutkan, Pemilu untuk memilih DPR, DPD, termasuk DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota setiap 5 tahun sekali.
E-Paper BANPOS Terbaru
Mahkamah Konstitusi jelas-jelas salah dalam memutus perkara ini,” kritik anggota DPR dari Dapil Jatim V ini.
Lagian, kata dia, alasan MK dalam mengubah aturan penyelenggaraan Pemilu, tidak ada satupun yang berlandaskan konstitusi. Misalnya, disebutkan alasan penyelenggaraan Pemilu diubah karena beban kerja penyelenggara pemilu yang besar, banyak korban jiwa, kejenuhan pemilih, hingga bengkaknya angaran.
“Semua alasan itu bukan konstitusional, tapi soal teknis penyelenggara,” tegasnya.
Berarti DPR tidak akan menindaklanjuti putusan MK? Kata Irawan, putusan ini tidak cukup dengan hanya melakukan revisi Undang-Undang Partai Politik. Perlu amandemen UUD 1945. Mengingat dasar putusan hanya menggunakan Pasal 22E Ayat 1, tidak menggunakan Pasal 22E Ayat 2.
Discussion about this post