TANGERANG, BANPOS – Kelompok Masyarakat yang tergabung dalam Jaringan Nurani Rakyat ( Janur ) Banten, menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Bank Banten (Bank Banten) Cabang Tangerang, Modernland Kota Tangerang, Rabu (7/6).
Sejumlah Alat Peraga Aksi dibentangkan menuntut Bank Banten Dibubarkan akibat dari akumulasi kerugian selama delapan tahun berturut-turut yang mencapai Rp.2,89 triliun, sejak 2014 hingga akhir tahun 2022.
“Kondisi Bank Banten sudah sangat memprihatinkan, kami minta OJK melakukan pengawasan khusus (Special Surveillance), bahkan bila sangat sulit menjadi Bank ‘Sehat’ dan tidak memberikan kontribusi, Hanya Satu kata ‘Bubarkan’ Bank Banten, Hanya Satu Kalimat “Selamatkan Uang Rakyat,” ungkap Koordinator Janur Banten, Ade Yunus, dalam siaran persnya.
Ia menjelaskan, kerugian Bank Banten tersebut salah satunya adalah akibat beban operasional yang terus membengkak hingga 41 Persen.
“Pada kuartal IV/2022 Bank Banten rugi bersih sebesar Rp239,28 miliar. Kerugian tersebut salah satunya disebabkan oleh beban operasional perseroan yang masih terus membengkak 41 persen menjadi Rp538,46 miliar sepanjang 2022,” ungkapnya.
Ade memaparkan pembengkakan beban operasional tersebut terdiri dari, Beban Umum dan administrasi yang naik 59 persen menjadi Rp398,96 miliar dari posisi sebelumnya Rp250,64 dan Beban tenaga kerja dan tunjangan yang naik tipis menjadi Rp139,70 miliar dari Rp132,48 miliar.
“Pada kuartal I/2023, rugi bersih lagi sebesar Rp28,65 miliar, dan kerugian ini membuat ekuitas Bank Banten terus mengalami pelemahan. Hingga akhir Maret 2023 total ekuitas Bank Banten tercatat Rp1,61 triliun,” terangnya.
Selain persoalan kerugian berturut-turut Ade juga menyayangkan Pemprov Banten yang tidak belajar atas lemahnya sistem pengawasan perbankan di Bank Banten.
Terbukti dengan ‘dirampoknya’ Kas Bank Banten oleh mantan Kepala Unit Administrasi dan Sekretaris Komite Kredit Bank Banten Darwinis (DWS) yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Kejati Banten sejak Selasa (14/4), dan dilakukan penahanan di Rutan Klas II B Serang atas dugaan Korupsi Kredit Fiktif/Macet PT. HNM senilai Rp61, 688 lebih.
“Sudah rugi berturut-turut dirampok pula, ibarat penyakit, Bank ini sudah Akut, dan sulit diselamatkan,” tegasnya.
Terkait dengan rencana Kelompok Usaha Bank (KUB), bahwa berdasarkan Pasal 8 ayat 5 Peraturan OJK Nomor 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Umum bahwa Bank milik Pemerintah Daerah Wajib memenuhi Modal Inti Minimum paling sedikit Rp3 triliun paling lambat 31 Desember 2024.
“Bila melihat kondisi kerugian Bank Banten membuat ekuitas Bank Banten terus mengalami pelemahan berdampak pada lemahnya kepercayaan kepada Bank Banten. Ditambah kondisi ekonomi global yang belum kondusif, seperti Sejumlah bank besar mengalami kesulitan likuiditas, bahkan akhirnya bangkrut. Diantaranya seperti ditutupnya Silicon Valley Bank (SVB) di Amerika dan akuisisi Credit Suisse oleh UBS Bank di Swiss, baru-baru ini, sulit rasanya memberikan kepercayaan kepada Bank yang sudah sakit akut,” ungkapnya.
Menurut Ade peralihan tahun 2023 menuju tahun 2024 merupakan tahun politik transisi kepemimpinan nasional, sehingga seluruh Bank besar akan fokus pada kebutuhan bisnis internal masing-masing, sehingga tidak mau berspekulasi.
“Melihat kondisi ekonomi global dan tahun transisi kepemimpinan nasional, KUB Bank Banten akan sangat sulit terwujud karena Bank-Bank besar akan fokus pada bisnis Internalnya masing-masing tidak akan mengambil resiko dengan berspekulasi,” katanya.
Ade mengingatkan bahwa pada pertengahan 2020 lalu lantaran tengah mengalami krisis likuiditas, OJK memasukkan Bank Banten dalam Pengawasan Khusus lalu pada tanggal 06 Mei 2021, OJK secara resmi mencabut Status Pengawasan Khusus kepada PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (BEKS) dan resmi dinyatakan sebagai bank dengan peringkat komposit tiga, yang siap melakukan pengembangan bisnis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Status Bank Sehat tersebut disematkan setelah Bank Banten berhasil memenuhi empat persyaratan dari sisi permodalan, likuiditas, penyelesaian kredit bermasalah, dan penggantian jajaran manajemen,” lanjutnya.
Lalu pada awal tahun 2021, Bank Banten berhasil memperoleh pendanaan sebesar Rp 1,871 triliun dari Penawaran Umum Terbatas VI yang dilaksanakan pada akhir Desember 2020 hingga awal Januari 2021.
“Dengan terlaksananya aksi korporasi tersebut, kepemilikan saham
Pemprov Banten di Bank Banten melalui PT Banten Global Development (BGD)
meningkat menjadi 78,21 persen. Sedangkan 21,79 persen lainnya dimiliki oleh public,” terangnya.
Tahun 2022 Bank Banten kembali dalam pengawasan normal, Surat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bernomor SR-60/PB.31/2022 tertanggal 5 Juli 2022 yang salah satu pointnya menyatakan bahwa Bank Banten dalam Pengawasan Normal;
Terkait Rencana pengalihan saham PT BGD di Bank Banten telah tercantum dalam action plan penyehatan Bank Banten berupa pengalihan status kepemilikan saham di Bank Banten
dari PT BGD ke Pemprov Banten.
Awal Desember 2022, DPRD Banten telah membentuk Pansus Raperda Penetapan Bank Pembangunan Daerah Tbk sebagai Perseroda, namun hingga saat ini Raperda masih dalam proses pembahasan di Pansus DPRD Banten.
“Raperdanya hingga saat ini masih menggantung, dan kami mewajari bila DPRD Banten dalam membahas Raperda menggunakan prinsip kehati-hatian,” katanya.
Direktur Bank Banten, M Busthami hingga berita ini diturunkan belum juga membalas pesan tertulis yang BANPOS kirim.(RUS/PBN)
Discussion about this post