BALI, BANPOS – Menko bidang Kemaritiman dan Ivestasi, Luhut Binsar Pandjaitan memanfaatkan forum komunitas bisnis global atau Business 20 (B20) Summit di Bali, jadi ajang promosi Indonesia. Buat meyakinkan para pengusaha global di B20, Luhut bilang, ekonomi Indonesia baik dengan utang yang kecil. Untuk meyakinkan omongannya itu, Luhut menggunakan data-data. “Saudara-saudara lihat semua data ini ya!” ujar Luhut.
B20 Summit Indonesia merupakan salah satu rangkaian acara G20 yang berada di bawah Sherpa Track atau Jalur Sherpa. Acara ini merupakan forum dialog di antara komunitas bisnis global.
Mereka yang ada di dalam B20 tersebut, umumnya merupakan pemimpin dari perusahaan multinasional. Orang tajir di dunia, Ellon Musk jadi salah satu pembicara yang direncanakan hadir di forum B20. Sayangnya, di detik-detik akhir, bos Tesla itu batal hadir langsung ke Bali, tempat diselenggarakannya B20.
Luhut yang jadi pembicara dalam forum itu, menjelaskan soal ekonomi Indonesia dihadapan para peserta yang hadir. Secara umum, kata Luhut, indikator ekonomi Indonesia masih jauh lebih baik dari negara G20 lain. Di antaranya, pertumbuhan ekonomi tinggi, dan inflasi rendah.
Padahal, situasi dunia tengah mengalami ketidakpastian pasca pandemi, ditambah perang Rusia-Ukraina.
“Utang pemerintah rendah, dan ini salah satu yang sangat penting adalah karena beberapa orang di negara ini berpikir bahwa kita memiliki banyak utang. Tidak, kita adalah salah satu utang terendah di antara anggota negara G20 lainnya,” kata Luhut, saat B20 Summit di Bali, kemarin.
Menurut Luhut, utang Pemerintah terhadap PDB juga termasuk yang paling rendah. Dia lantas menyindir pihak oposisi yang selama ini paling kencang mengkritik soal utang Indonesia.
“Ini orang bilang utang-utang? Ya orang-orang yang tak jelas aja itu. Utang kita paling rendah. Pakai GDP ngukurnya. Jadi, teman-teman sekalian, itu Indonesia, itu negara kita,” tegas Luhut.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, posisi utang Pemerintah hingga akhir September 2022 tercatat Rp 7.420,47 triliun atau 39,3 persen terhadap PDB. Angka ini jauh di bawah ambang batas yang ditetapkan dalam UU Keuangan Negara, yakni 60 persen terhadap PDB.
Discussion about this post