SERANG, BANPOS – Persengketaan tanah yang terjadi di berbagai daerah di tanah air lebih baik diproses di luar pengadilan melalui mediasi dan musyawarah untuk mencapai kemufakatan agar kedua belah pihak yang bersengketa tidak dirugikan.
“Konsep kemufakatan dan musyawarah adalah prinsip Pancasila yang tertuang dalam sila ke empat,” kata Inspektur Jenderal Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Sunraizal dalam “Seminar Penyelesaian Sengketa Tanah di Luar Pengadilan” di Ratu Hotel Serang, Selasa.
Menurut Sunraizal, saat ini, kasus sengketa tanah yang terjadi di masyarakat, karena adanya para mafia dan oknum sehingga ada sertifikat kepemilikan ganda.
Penyelesaian persengketaan tanah dinilai lebih efektif diproses di luar pengadilan dibandingkan melalui pengadilan.
Persengketaan tanah melalui pengadilan itu memakan waktu cukup panjang juga mengeluarkan biaya sangat besar. Bahkan, proses persengketaan tanah di pengadilan salah satu di antaranya ada yang dirugikan.
Selain itu juga kasus persengketaan tanah melalui jalur pengadilan belum tuntas hingga kini mencapai 9.000 perkara belum diselesaikan.
Oleh karena itu, pemerintah dalam hal ini ATR/BPN mengajak masyarakat yang bersengketa tanah lebih baik diselesaikan di luar pengadilan.
“Kami meyakini kasus sengketa tanah dengan mediasi, musyawarah dapat menyelesaikan masalah dan bermanfaat serta menguntungkan kedua belah pihak,” katanya.
Pembicara lainya dalam seminar itu, Bahrul Ilmu Yakup mengatakan untuk menyelesaikan sengketa tanah bisa diproses secara hukum melalui pengadilan dengan pidana maupun perdata.
Namun, proses hukum melalui pengadilan tentu memakan waktu panjang dan jika kalah dalam sengketa tanah tersebut bisa mengajukan Peninjauan Kembali ( PK).
Persoalan itu dipastikan waktu panjang dan jika kalah dalam sengketa itu bisa dipidana dan gugatan kerugian.
Sebetulnya, kata dia, penyelesaian sengketa tanah bisa dilakukan oleh ATR/BPN, karena menjadi kewenangannya.
“Kami mendukung penyelesaian tanah itu di luar pengadilan, namun beresiko terhadap pejabat BPN sendiri yang menerbitkan sertifikat,” katanya.
Sementara itu,, Brigjen (Purn) Junior Tumilaar mengatakan pada prinsipnya penyelesaian tanah di masyarakat sebaiknya diproses di luar pengadilan sehingga tidak merugikan pihak yang bersengketa.
Permasalahan saat ini juga persengketaan tanah kerap kali terjadi antara masyarakat dan pengembang hingga berujung melalui pengadilan.
Penyelesaian tanah, kata dia, sebetulnya bisa diselesaikan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Apalagi, di tingkat pemerintah daerah terdapat Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), sehingga bisa menyelesaikan sengketa tanah dengan musyawarah dan mufakat.
Selama ini, kata dia, Forkopimda belum mampu menyelesaikan masalah jika terdapat sengketa tanah, sehingga menimbulkan konflik sosial.
Padahal, penyelesaian masalah sengketa tanah lebih efektif diproses di luar pengadilan dengan mediasi untuk musyawarah dan mufakat sesuai Pancasila.
“Kita masyarakat yang memiliki agama tentu penyelesaian sengketa tanah dengan akhlak dan nilai-nilai Pancasila dipastikan bisa selesai,” katanya.(PBN/ANT)
Discussion about this post