SERANG, BANPOS – Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) menjadi penyakit menular kedua terbanyak setelah penyakit diare di Provinsi Banten. Penyakit ISPA menular kedua terbanyak akibat kondisi udara yang terpapar polusi, khususnya di daerah industri.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Dinkes Provinsi Banten, Ati Pramudji Hastuti. Ia menuturkan bahwa berdasarkan data yang pihaknya miliki, pada 2021 jumlah penyakit ISPA berdasarkan cakupannya mencapai 46,99 persen.
“Sedangkan berdasarkan klasifikasi kasus ISPA tahun 2021 yaitu kategori pneumonia 8,63 persen, pneumonia berat 0,24 persen dan batuk bukan pneumonia 91,13 persen,” ujar Ati kepada awak media saat diwawancara, kemarin.
Ia mengatakan, tingginya jumlah penyakit ISPA salah satunya diakibatkan terpaparnya udara oleh polutan. Ia mengaku, hal itu sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh masyarakat, sehingga perlu diawasi ambang batas kualitas udara.
“Kalau dari sisi kesehatan tentu berbahaya. Jadi ada namanya batas ambang dari udara sendiri yang kualitas udaranya diukur oleh Dinas LH. Tapi yang pasti, berbahaya bagi kesehatan manusia jika dihirup,” terangnya.
Salah satu dampak polusi udara tersebut yakni ISPA. Bahkan menurut Ati, penyakit ISPA berpotensi merenggut nyawa masyarakat, apabila dihirup oleh anak-anak dan menimbulkan penyakit Pneumonia.
“Banyak penyakit yang timbul akibat polusi udara. Daerah yang terpapar polusi itu biasanya penyakit ISPA. Kalau untuk anak-anak itu penyakit Pneumonia. Kalau sudah terkena Pneumonia, dia bisa sesak nafas. Kalau sesak nafas itu bisa meninggal,” jelasnya.
Menurutnya, hampir seluruh daerah rata-rata udaranya telah terpapar polusi. Bukan hanya akibat dari industri saja, namun juga akibat berbagai hal lainnya. Maka dari itu, pengawasan terhadap kualitas udara harus benar-benar dilakukan.
“Penyakit ISPA hampir rata-rata kena. Memang penyakit menular terbanyak selain diare, itu ISPA. Karena tadi, polusi udara. Makanya Dinas LH ada untuk menjaga agar kualitas udaranya tidak melebihi ambang batas. Jika ada industri yang melewati ambang, maka harus ditegur seharusnya,” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, laporan kualitas udara yang dikeluarkan oleh platform pemantau kualitas udara, IQAir, menunjukkan bahwa dua daerah di Provinsi Banten yakni Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Serang, menjadi daerah terpolusi se-Indonesia.
Keduanya menempati urutan pertama dan kedua. Kabupaten Tangerang, khususnya di Pasarkemis, menjadi urutan pertama dengan indeks kualitas udara sebesar 152 dengan tingkat kategori polusi udara tidak sehat. PM2.5 atau partikulat menjadi polutan utama di Kabupaten Tangerang, dengan nilai konsentrasi 56.9µg/m³. Adapun polutan lainnya yakni PM10 dengan nilai konsentrasi 68.1µg/m³.
Sedangkan Kabupaten Serang, diketahui menempati urutan kedua dengan indeks kualitas udara sebesar 188 dengan tingkat kategori polusi udara tidak sehat. PM2.5 atau partikulat juga menjadi polutan utama, dengan konsentrasi senilai 126.4µg/m³.
Kendati dua daerah di Provinsi Banten menempati urutan pertama dan kedua sebagai daerah terpolutif di Indonesia dalam kurun waktu seminggu terakhir, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Banten mengklaim sulit untuk membuktikan kebenaran data tersebut.
Kepala Seksi Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan pada DLHK Provinsi Banten, Agus Sudrajat, mengatakan bahwa kualitas udara sangat dipengaruhi oleh kondisi meteorologis seperti arah angin, kecepatan angin dan curah hujan. Begitu juga dengan topografi bentang alam daerah.
“Sumber emisi yang ada di wilayah tersebut (juga berpengaruh), apakah emisi yang bergerak maupun tidak bergerak. Sehingga kami agak kesulitan (membuktikan data) karena tergantung arah angin dan kecepatan angin,” ujarnya.(DZH/PBN)
Discussion about this post