Tren melorotnya tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah tak hanya muncul di satu survei, tapi di survei lainnya juga sama. Yang mengejutkan, di surveinya Indikator Politik Indonesia (IPI) milik Burhanuddin Muhtadi, angkanya amblas di bawah 60 persen. Jika di survei Charta Politika miliknya Yunarto Wijaya masih rapor biru, di survei Burhan, justru sudah lampu kuning.
Burhan mengatakan, survei terbaru itu dilakukan pada 14-19 April 2022. Persis setelah demo mahasiswa menolak penundaan pemilu dan penetapan tersangka kasus minyak goreng oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Hasilnya, hanya 10,2 persen responden yang mengaku sangat puas dengan kinerja Presiden Jokowi. Lalu, 49,7 persen cukup puas. Sementara yang kurang puas, ada 30,5 persen dan 8,1 persen lainnya tegas menjawab tidak puas. Sisanya 1,5 persen tidak tahu atau tidak menjawab.
“Di bulan April, 14 sampai 19 April, yang puas atau sangat puas itu kalau total 59,9 persen, yang kurang puas 38,6 persen, jadi lebih banyak yang puas. Bagaimana trennya? Trennya ada penurunan,” kata Burhan saat merilis hasil surveinya, kemarin.
Penurunannya terbilang signifikan. Karena, kata Burhan, di awal Januari 2022 lalu, tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Jokowi cukup tinggi. Yakni, 75,3 persen. Kepuasan terhadap kinerja Jokowi di Januari itu, tertinggi selama pemerintahannya. Sayangnya, di bulan April trennya terus menurun.
Sehari sebelumnya, lembaga survei Charta Politika juga merilis tren penurunan tingkat kepuasan terhadap presiden Jokowi. Hasilnya, beda tipis. Namun, di lembaga survei yang dipimpin Yunarto Wijaya itu, masih di atas ambang batas rapor biru. Di atas 60 persen. Persisnya 62,9 persen.
Sementara di lembaga surveinya Burhan, sudah di bawah 60 persen yang artinya sudah lampu kuning. “Batas psikologis kepuasan publik,” jelas peneliti IPI, Bawono Kumoro, ketika dikonfirmasi.
Lalu apa penyebab anjloknya tingkat kepuasan publik pada kinerja Jokowi? Dalam survei IPI disebutkan, penyebabnya didominasi oleh harga-harga kebutuhan pokok yang meningkat, yakni 38,9 persen. Alasan kedua, yakni sekitar 9,7 persen menyebutkan karena kurang berpihak kepada rakyat kecil.
Discussion about this post