Ia menegaskan, Irna bukan satu-satunya politisi yang mengisi posisi tersebut. Belasan bahkan puluhan politisi lainnya juga terafiliasi dengan partai, baik sebagai pengurus aktif maupun mantan pengurus.
“Kalau ini terjadi pada Irna, saya kira hanya kelanjutan dari pola yang sudah berlangsung lama dan sejauh ini berjalan tanpa persoalan hukum yang serius. Ini bagian dari konsekuensi politik di tengah sistem yang liberal dan kental dengan praktik patron-klien,” ucapnya.
Larangan Sudah Jelas, Tinggal Memunggu Sikap Irna
Rizky menuturkan, ketentuan soal larangan rangkap jabatan bagi komisaris BUMN oleh pengurus partai sudah jelas diatur, baik dalam Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Menteri BUMN. Namun, celah hukum kerap dijadikan alasan pembenar.
“Banyak yang berlindung pada status anak perusahaan, seperti dalam kasus Irna di ITDC, yang dianggap bukan BUMN murni, melainkan entitas bisnis seperti swasta. Tapi hal ini jika dibiarkan, akan menjadi kebiasaan,” katanya.
Rizky menilai penting adanya sikap bijak dari Irna dalam menyikapi kondisi ini. Ia menekankan pentingnya asas kepatutan dan skala prioritas.
E-Paper BANPOS Terbaru
“Sebagai akademisi, saya tidak dalam posisi merekomendasikan jabatan mana yang lebih penting. Tapi asas kepatutan dan efektivitas harus dijaga. Pilih mana yang paling prioritas dan fokus di situ. Semua ada konsekuensinya,” tandas Rizky. (*)
Discussion about this post