JAKARTA, BANPOS – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita uang Rp 11,88 triliun dalam kasus dugaan korupsi fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) alias minyak sawit mentah. Keberhasilan ini membuat Kejagung semakin harum namanya.
Sebanyak Rp 2 triliun dari uang hasil sitaan itu dipamerkan dalam konferensi pers, di Gedung Bundar, Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (17/6/2025). Uang dalam bentuk gepokan dibungkus dalam plastik transparan. Masing-masing plastik berisi Rp 1 miliar.
Total 2.000 plastik ditumpuk dalam ruangan, disusun mengelilingi delapan pejabat Kejagung dalam konferensi pers. Di bagian depan disusun memanjang, lebarnya sekitar 8 meter. Di bagian kanan dan kiri, disusun ke atas. Tingginya sekitar 1,5 meter. Bagian belakang kanan dan kiri, sedikit lebih menjulang melebihi tinggi orang dewasa.
“Barangkali hari ini merupakan konferensi pers penyitaan uang terbesar dalam sejarahnya. Penanganan perkara ini diharap mendorong perbaikan tata kelola industri persawitan Indonesia,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, dalam konferensi pers tersebut.
Direktur Penuntut Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Sutikno menerangkan, uang sitaan tak dipamerkan semua. Selain karena keterbatasan tempat, juga faktor keamanan.
E-Paper BANPOS Terbaru
“Uang ini total Rp 2 triliun, sebagian dari Rp 11.880.351.802.619. Kami berpikir jumlah ini cukup mewakili jumlah kerugian negara yang timbul akibat perbuatan para terdakwa korporasi,” ujar Sutikno.
Sutikno memaparkan, penyitaan ini dilakukan Kejagung usai menerima pengembalian kerugian keuangan negara dari tersangka korporasi WG. Uang ini diterima dari lima korporasi yang merupakan anak usaha WG, yakni PT MNA, PT MNS, PT SAP, PT WBI, PT WNI.
Pengembalian uang dilakukan sesuai dengan tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap WG. Sebelumnya, WG dituntut membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti Rp 11,88 triliun.
Dalam kasus ini, kelima terdakwa korporasi telah diputus onslag van alle rechts vervolging atau vonis lepas oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, 19 Maret 202. “Penuntut umum melakukan upaya hukum kasasi yang hingga saat ini perkaranya masih dalam tahap pemeriksaan di Mahkamah Agung (MA),” tuturnya.
Discussion about this post