“Saya harus cek dulu ke Mensesneg ya,” tandas Hasan saat dihubungi Sabtu (24/5).
Sementara itu, Aktivis 1998 kompak menolak rencana pemberian gelar pahlawan untuk Soeharto. Menurut mereka jenderal bintang lima itu tidak layak dapat gelar pahlawan.
Hal tersebut disampaikan mereka saat berkumpul dan diskusi di Jakarta Selatan, Sabtu (24/5). Perwakilan elemen yang berkumpul di antaranya Repdem, Barikade 98, Pena 98, FK 98 satu persatu berorasi.
Aktivis 98 lain, Mustar Bona Ventura menegaskan, ratusan aktivis yang kumpul ini sepakat menolak usulan Soeharto menyandang gelar pahlawan. “Ini jauh dari nilai yang kita perjuangkan, menciderai demokrasi dan nilai Reformasi 98,” tegasnya.
Sementara, Sejarawan Universitas Gadjah Mada (UGM) Agus Suwignyo menilai, Soeharto memang memenuhi kriteria dan persyaratan dijadikan sebagai pahlawan nasional. Menurut dia, Soeharto memiliki peran besar ketika memperjuangkan kemerdekaan.
E-Paper BANPOS Terbaru
Sepanjang meniti karir militer, kata dia, Soeharto bergabung dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 yang berhasil merebut Kota Yogyakarta dari penjajah. Soeharto juga terlibat dalam operasi pembebasan Irian Barat.
“Namun tidak bisa juga mengabaikan fakta sejarah dan kontroversinya, misalnya di tahun 1965,” ujar Agus dikutip dari website UGM, Sabtu (24/5).
Diterangkannya, berdasarkan Permensos Nomor 15 Tahun 2012 tentang Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional, seseorang yang diajukan mendapat gelar pahlawan harus memenuhi sejumlah persyaratan umum dan khusus.
Di antaranya adalah berkontribusi secara nyata sebagai pemimpin atau pejuang, serta tidak pernah mengkhianati bangsa.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Kemensos Mira Riyati Kurniasih mengungkapkan sudah ada 10 nama yang masuk dalam daftar usulan calon Pahlawan Nasional 2025.
Beberapa tokoh diusulkan, antara lain Abdurrahman Wahid (Jawa Timur), Soeharto (Jawa Tengah), Bisri Sansuri (Jawa Timur), Idrus bin Salim Al-Jufri (Sulawesi Tengah), Teuku Abdul Hamid Azwar (Aceh), dan Abbas Abdul Jamil (Jawa Barat).
Kemudian ada Anak Agung Gede Anom Mudita (Bali), Deman Tende (Sulawesi Barat), Midian Sirait (Sumatera Utara), dan Yusuf Hasim (Jawa Timur). (AZM/RMID)