MADIUN, BANPOS – Pemerintah Pusat melalui Kementerian Sosial (Kemensos), tidak lagi menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), sebagai acuan data pemberian Bantuan Sosial (Bansos) dan pemberdayaan masyarakat. Lantas, pemerintah menggunakan apa sebagai acuan saat ini?
Pada 5 Februari lalu, Presiden Prabowo Subianto resmi menandatangani Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2025 tentang Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN). Sehingga, acuan pemerintah saat ini akan merujuk pada DTSEN, bukan lagi DTKS.
Keputusan ini diklaim menjadi tonggak sejarah baru dalam penyempurnaan sistem data kependudukan yang lebih akurat dan terintegrasi. Ke depan penyaluran bantuan sosial dan program permberdayaan masyarakat akan mengacu pada DTSEN.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Sosial (Mensos), Saifullah Yusuf alias Gus Ipul, dalam dialog bersama pilar-pilar sosial se-Karesidenan Madiun di Pendopo Ronggo Djoemono, Kabupaten Madiun, Jawa Timur.
Sebanyak 457 pilar sosial dari Madiun, Magetan, dan Ngawi hadir menyimak arahan tersebut. Turut mendampingi Wakil Menteri Sosial, Agus Jabo Priyono.
Dalam paparannya, Gus Ipul menegaskan dengan ditandatanganinya Inpres tersebut, DTKS tidak lagi digunakan. DTSEN hadir sebagai data induk baru yang mencakup seluruh penduduk Indonesia, dari lapisan terbawah hingga teratas.
“Ini adalah pertama kalinya Indonesia memiliki data tunggal nasional yang menyangkut seluruh penduduk. DTSEN akan menjadi rujukan utama semua program sosial dan ekonomi ke depan,” jelas Gus Ipul, Jumat (21/2).
Gus Ipul menambahkan bahwa perubahan data seperti penambahan, penghapusan, atau perbaikan dapat dilakukan melalui dua jalur, yaitu jalur formal dari pemerintah daerah dan jalur partisipasi masyarakat.
“Kalau pendamping sosial melihat ada data yang tidak sesuai, wajib untuk segera menyanggah. Validitas data adalah kunci kebijakan yang tepat sasaran,” tambahnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) ditunjuk sebagai lembaga yang bertanggung jawab untuk memvalidasi seluruh data tersebut. Presiden Prabowo Subianto sendiri menekankan pentingnya akurasi data dalam setiap kebijakan, mengingat data yang keliru dapat berdampak langsung pada penerima manfaat.