Oleh: Fitriani Romadon, Fitrotin Azizah dan Juleha
Mahasiswi Program Studi Akuntansi Universitas Pamulang Serang
GELOMBANG PHK massal yang terjadi di Provinsi Banten merupakan cerminan dari tantangan yang dihadapi industri padat karya dalam merespons perubahan kebijakan ekonomi dan dinamika pasar. Kenaikan Upah Minimum Kabupaten/kota (UMK) dan PPN 12 persen menjadi dua faktor utama yang memicu relokasi industri, terutama di sektor-sektor yang sangat bergantung pada tenaga kerja besar dengan margin keuntungan rendah, seperti manufaktur. Dalam kasus ini, dampak PHK tidak hanya merugikan pekerja secara langsung, tetapi juga memberikan efek domino pada ekonomi regional yang lebih luas.
Dampak Sosial dan Ekonomi yang Lebih Luas
PHK massal secara langsung meningkatkan jumlah pengangguran, yang akan menyebabkan penurunan daya beli masyarakat. Ketika lebih dari 10.000 orang kehilangan pekerjaan di Banten, seperti yang tercatat dalam data Kementerian Tenaga Kerja per 23 Desember 2024, akan terjadi penurunan konsumsi rumah tangga. Dengan begitu, roda ekonomi daerah juga melambat. Pengangguran yang meningkat mengakibatkan penurunan pendapatan keluarga dan bisa memicu masalah sosial lain, seperti peningkatan angka kriminalitas dan ketidakstabilan sosial.
Lebih jauh, ketika tingkat pengangguran meningkat, angka kemiskinan juga berpotensi meningkat sejalan dengan turunnya akses masyarakat terhadap kebutuhan dasar. Hal ini menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan pembangunan ekonomi di Provinsi Banten. Pada skala yang lebih luas, daerah yang kehilangan tenaga kerja produktif juga akan mengalami penurunan produktivitas ekonomi secara keseluruhan, yang dapat mengakibatkan stagnasi ekonomi regional.
Ketergantungan Banten pada Industri Manufaktur
E-Paper BANPOS Terbaru
Salah satu akar permasalahan yang membuat Provinsi Banten rentan terhadap krisis ini adalah ketergantungannya yang tinggi pada industri manufaktur. Di satu sisi, sektor manufaktur telah menjadi mesin pendorong ekonomi Banten selama beberapa dekade. Namun di sisi lain, kurangnya diversifikasi ekonomi membuat provinsi ini sangat rentan terhadap perubahan kebijakan, fluktuasi ekonomi global, dan tekanan biaya operasional.