MEDAN, BANPOS – Seminar internasional bertajuk ‘Genosida, Diskriminasi, dan Penegakan Hak Asasi Manusia pada Muslim Uyghur’ yang diadakan oleh Humanity United Project Indonesia (HUPI) dan Uighur Human Rights Project (UHRP) di Universitas Al Washliyah pada Rabu (17/7), berhasil menarik perhatian lebih dari 200 peserta, termasuk aktivis, pelajar, dan mahasiswa.
Acara ini menampilkan tiga narasumber utama yang memberikan wawasan mendalam tentang penindasan yang dialami masyarakat Uyghur. Mereka adalah Direktur Eksekutif UHRP Omer Kanat, Direktur HUPI Hotmartua Simanjuntak, dan aktivis HAM Sumatera Utara Ahmad Irham Tajhi.
Ahmad Irham Tajhi menekankan pentingnya peran masyarakat sipil dalam memperjuangkan hak asasi manusia.
“Indonesia dengan politik luar negeri bebas aktif harus bersikap sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan,” ujarnya.
Hotmartua Simanjuntak mengungkapkan penindasan yang dialami Uyghur selama lebih dari 70 tahun.
“Pemerintah Tiongkok diduga kuat menyembunyikan kebenaran dan mempersulit pemantauan internasional,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti kerja paksa dan pembatasan kebebasan beragama yang dihadapi warga Uyghur.
Omer Kanat memberikan paparan tentang sejarah dan budaya Uyghur serta kondisi terkini di Xinjiang.
“UHRP menyuarakan keprihatinan serius terhadap situasi di Xinjiang, mendesak tindakan internasional yang lebih tegas,” katanya.
Ahmad Irham Tajhi menambahkan bahwa pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang dapat dikategorikan sebagai genosida.
“Sangat disayangkan jika bangsa Uyghur terhapus dari perspektif budaya dan peradaban,” tambahnya.
Ketua penyelenggara seminar, Sulthonul Hafiz, menyatakan bahwa acara ini memberikan platform bagi berbagai pihak untuk mendapatkan informasi terbaru tentang isu Uyghur dan bersatu dalam menyuarakan keadilan.
“Melalui kolaborasi UHRP dan HUPI, diharapkan kesadaran dan solidaritas yang terbangun dapat berkontribusi pada penyelesaian masalah yang dihadapi masyarakat Uyghur,” tutupnya. (DZH)
Discussion about this post