Shandy menilai, Pasal 169 huruf q UU No.7 tahun 2017 menjadi pasal yang terkesan terburu-buru untuk direvisi dan disepakati. Menurut dia, seharusnya lembaga Yudikatif hanya memberikan draft Undang-undang rekomendasi, yang nantinya akan dieksekusi oleh legislator yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Dan momentum inilah yang membuat seakan-akan peristiwa seperti ini sudah menjadi bagian dari strategi penguasa untuk melanggengkan kekuasaanya, karena telah melewati prosedur kenegaraan yang sebaik-baiknya. Hal itu patut di jadikan pertanyaan bahwasanya Lingkaran kekuasaan ini sudah termonopoli oleh segelintir penguasa ataupun relasi kekeluargaan,” ungkapnya.
Shandi mengatakan, hal tersebut seakan-akan mempertontonkan dahaga penguasa yang masih haus akan kekuasaan.
“Undang-undang ini sudah jelas melanggar keadilan karena hanya memenangkan pihak yang ada di lingkar keluarga atau golongan tertentu. Permasalahan ini sudah menjadi rahasia umum di kalangan masyarakat awam bahkan di lingkaran Mahasiswa,” ucapnya.
Shandi mengatakan, konsolidasi yang dilakukan oleh mahasiswa se-Tangerang Raya ini, juga akan diperluas ke seluruh daerah di Banten.
“Salah satu rekom konsolidasinya memperluas (aliansi) se-Banten,” tuturnya.
Dalam konsolidasi tersebut, mahasiswa sepakat untuk menolak budaya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), menolak penyalahgunaan wewenang kekuasaan dan menolak Undang-undang hasil putusan Mahkamah Konstitusi terkait batas usia Capres-Cawapres. (DZH)
Discussion about this post