JAWA TIMUR, BANPOS – Pemerintah terus mendorong diversifikasi (penganekaragaman) pangan untuk mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia. Salah satu sorgum. Sorgum merupakan alternatif bahan pangan dengan kandungan karbohidrat rendah dan bebas gluten (gluten free) yang dapat dikembangkan di Indonesia.
Tanaman sorgum sangat baik untuk dibudidayakan sebagai bahan pangan. Sorgum mempunyai serat pangan dan zat besi yang tinggi sehingga dapat membantu pencegahan stunting dan mengurangi tingkat risiko penyakit tidak menular seperti diabetes melitus dan obesitas. Oleh karena itu, Pemerintah menyiapkan Peta Jalan Produksi dan Hilirisasi Sorgum sebagai bentuk diversifikasi pangan.
Beberapa wilayah strategis disiapkan untuk memproduksi sorgum dalam rangka mewujudkan ketahanan dan penyediaan pangan yang cukup bagi masyarakat Indonesia. Pemanfaatan pangan alternatif melalui budidaya sorgum diselaraskan dengan upaya jaminan keamanan, mutu, dan gizi pangan olahan berbahan dasar sorgum. Untuk itu, diperlukan konvergensi/integrasi program pengembangan sorgum hingga implementasinya dengan kementerian, dinas, serta pihak swasta.
Diversifikasi pangan berbahan sorgum membutuhkan pengawalan, terutama terhadap jaminan keamanan, mutu, dan gizi dari sisi hulu hingga ke hilir oleh semua pihak. Untuk mewujudkan hal tersebut, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menggelar Sarasehan Jaminan Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan Olahan Berbahan Dasar Sorgum dalam rangka World Food Day Tahun 2023, di Mojokerto, Kamis (2/11). Sarasehan ini menghadirkan beberapa narasumber dari BPOM, perwakilan Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur, perwakilan PT Dirgantara Indonesia, akademisi dari Universitas Pasundan Prof Wisnu Cahyadi, akademisi Universitas Teknologi Sepuluh Nopember Mukhamad Muryono, serta perwakilan dari PT Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI) sebagai orang tua angkat usaha mikro kecil pangan olahan.
Kepala BPOM Penny K Lukito menjelaskan, upaya pengawalan ini dilakukan untuk mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia. Apabila pengawalan di sisi hulu tidak optimal, pengembangan di sisi hilir-pun tidak dapat dilakukan karena tidak tersedia bahan baku dengan jumlah dan mutu yang sesuai. Sebaliknya, apabila dari sisi hulu dikembangkan, sementara sisi hilir tidak dikembangkan, konsumsi sorgum oleh masyarakat tidak maksimal, yang berakibat harga turun dan kesejahteraan petani sorgum menjadi lebih rendah.
Discussion about this post