“Berdasarkan UU 23/2014, Sekretaris Daerah (Sekda) mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk membantu kepala daerah (gubernur/bupati/walikota) dalam koordinasi penyelenggaraan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Selain itu, sekda juga menjadi penghubung antara kepala daerah dengan kepala perangkat daerah,” ujarnya.
Sementara itu, Permendagri Nomor 33 Tahun 2019 menegaskan peranan Sekda sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). TAPD bertanggung jawab menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) yang mencakup komponen hibah, seperti halnya hibah Pondok Pesantren.
“Oleh karena itu, dugaan keterlibatan Sekda dalam kasus ini menimbulkan pertanyaan mengenai kuntabilitas dan transparansi dalam proses perencanaan anggaran,” kata Amin.
Dalam konteks ini, sangat penting untuk mendalami dugaan keterlibatan Sekda yang saat itu dijabat Al Muktabar terkait penyimpangan dalam proses perencanaan hibah Pondok Pesantren 2020. Langkah ini sejalan dengan upaya pemerintah dan masyarakat untuk mencegah penyalahgunaan wewenang serta memastikan pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel dan transparan.
Amin juga menerangkan akuntabilitas, terutama dalam peran Sekretaris Daerah, harus ditegaskan. Pemerintah harus memastikan ada mekanisme untuk memeriksa dan menegakkan pertanggungjawaban dalam pengelolaan keuangan daerah, termasuk dalam hal pengelolaan hibah.
“Dengan mempertimbangkan ketiga aspek ini, kita dapat meningkatkan tata kelola keuangan daerah yang lebih transparan, partisipatif, dan akuntabel, yang pada gilirannya dapat mengurangi risiko penyalahgunaan wewenang dan meningkatkan kepercayaan masyarakat. Langkah ini sejalan dengan upaya pemerintah dan masyarakat untuk mencegah penyalahgunaan wewenang serta memastikan pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel dan transparan,”terangnya.
Menanggapi hal itu PJ Gubernur Banten Al Muktabar membantah terlibat, meski ia mengakui telah melanjutkan perencanaan usulan dana hibah tersebut yang belakangan bermasalah.
Discussion about this post