“Sesuai dengan hasil pengecekan kami di lapangan, memang benar saluran irigasi Cilangkahan II sudah banyak yang rusak, karena saluran irigasi ini dibangun pada tahun 1990-an melalui Proyek Irigasi Teluk Lada. Namun, untuk bangunan utamanya masih dalam kondisi baik dan berfungsi,” ujarnya.
Dade menjelaskan bahwa di beberapa ruas aliran saluran irigasi sudah terjadi sedimentasi. Selain itu, ada penyempitan pada DI tersebut sejak pembangunan perumahan di daerah Simpang, Cilangkahan. Di pertengahan ruas saluran juga terdapat armco yang berada di bawah kedalaman tanah 5-10 meter dan tidak dapat dilalui oleh aliran air.
“Untuk merehabilitasi saluran irigasi Cilangkahan II, diperlukan biaya yang cukup besar. Kami akan segera membuat perencanaan dan pemetaan ulang, termasuk perhitungan biaya yang diperlukan, agar saluran irigasi tersebut dapat diperbaiki,” jelasnya.
Dade menjelaskan bahwa pasokan air DI Cilangkahan II sebenarnya merupakan sisa air buangan dari DI Cilangkahan I milik Pemprov Banten yang berada di hulu. Saat ini, pasokan air tidak sampai ke Desa Sukamanah karena debit air sudah berkurang akibat musim kemarau dan banyaknya bangunan, sehingga terjadi penyempitan saluran.
Ia menambahkan bahwa jumlah DI yang menjadi kewenangan Kabupaten Lebak adalah 463 DI, yang tersebar di berbagai wilayah.
“Pemkab Lebak baru mampu memelihara dan memperbaiki sekitar 20 DI setiap tahunnya, dengan anggaran berkisar antara Rp300 hingga Rp500 juta. Dengan jumlah saluran irigasi sebanyak 463, diperlukan waktu 20 tahun untuk menyelesaikan semuanya. Namun, pemerintah akan berupaya untuk merealisasikannya dengan diawali mekanisme, perencanaan, dan alokasi anggaran yang tepat,” paparnya.(WDO/PBN)
Discussion about this post