Dalam kasus Panji Gumilang, setidaknya dalam komentar yang saya baca di Instagram, cenderung dengan nuansa negatif dan menyalahkan praktik-praktik dan pemahaman yang dianut oleh Panji Gumilang. Jika merujuk pada riset yang dilakukan oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta melalui program Media and Religious Trend in Indonesia (MERIT) pada tahun 2020, diketahui memang adanya dominasi narasi paham keagamaan konservatif di media sosial. Walaupun pemahaman keagamaan lain juga banyak mewarnai diskursus agama terutama di platform twitter, namun dengung konservatisme menguasai perbincangan di ranah maya dengan persentase 67.2 persen, disusul dengan moderat 22.2 persen, liberal 6.1 persen dan Islamis 4.5 persen. Sementara itu berdasarkan riset dari Pengurus Pusat Muhammadiyah pada tahun 2020 juga menyebutkan bahwa 58 persen milenial belajar agama di media sosial.
Sementara, terkait efektivitas promosi menggunakan media sosial seperti yang digunakan oleh Panji Sakti, diketahui berdasarkan kesimpulan riset yang dilakukan oleh Sujud Puji Nur Rahmat pada tahun 2019, kehadiran internet sebagai media baru memberikan dampak pada berbagai lini kehidupan, termasuk dalam ranah produksi, konsumsi dan distribusi musik. Layanan situs web atau media sosial untuk—atau yang digunakan oleh—kelompok musik bisa menjadi salah satu media promosi, publikasi dan diseminasi atas eksistensi dan karya-karya kelompok itu. Musisi atau band bisa menggunakan akun media sosial
untuk membangun citra menampilkannya kepada para penggemar. Pada tataran tertentu,
interaksi yang terjadi antara musisi atau band dengan penggemar di akun media sosial
bisa digunakan sebagai salah satu—tapi bukan satu-satunya, apalagi bersifat mutlak—
alat ukur, bukti, atau indikator popularitas mereka, sebab di akun semacam ini terdapat
jejak digital dan statistiknya dapat dengan mudah dicatat.
Internet, dalam hal ini layanan berupa media sosial, juga memunculkan pola interaksi antara musisi/band dengan penggemar yang cukup berbeda dengan pola-pola interaksi antara kedua pihak ini di masa lalu, yakni ketika internet belum populer sebagai wahana pendukung komunikasi. Kini, penggemar dan idolanya bisa berinteraksi secara lebih dekat, hanya diperantarai oleh akun media sosial. Konten komunikasinya pun beragam, mulai dari sekedar berkomentar, menyapa, menanyakan informasi, hingga info yang memang terkait dengan eksistensi musisi/band.
Discussion about this post