“Tapi (berlaku untuk) partai yang sudah go public, artinya pemilihannya itu butuh biaya besar,” pungkasnya.
Untuk diketahui, pasca JK lengser, nakhoda yang berhasil menduduki kursi Ketum Golkar berasal dari orang-orang berduit. Mulai dari Aburizal Bakrie, Setya Novanto dan kini Airlangga Hartarto. Ketiganya selain dikenal sebagai politisi senior Golkar, juga berasal dari kalangan pengusaha kakap.
Kini, ada 3 nama yang siap menggantikan posisi Airlangga. Mereka adalah Luhut, Bahlil dan Bambang Soesatyo. Saat ini, ketiga nama itu memiliki jabatan yang strategis di pemerintahan dan lembaga. Selain itu, ketiganya juga dikenal memiliki harta kekayaan yang tidak sedikit.
Benarkah jadi Ketum Golkar harus dari kalangan konglomerat? Ketua DPP Partai Golkar, Dave Akbarshah Fikarno Laksono enggan menjawabnya. Dia tidak mau berkomentar banyak soal pernyataan JK, karena yang bersangkutan sudah dianggap sebagai mentor oleh seluruh kader Golkar.
“Pak JK kami doakan sehat selalu, karena beliau menjadi panutan kita semua,” ungkapnya, semalam.
Sementara itu, Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta membenarkan omongan JK. Kata dia, hal yang umum di dunia politik, untuk menjadi Ketum Parpol harus sediakan modal yang besar.
“Ini sangat miris, tapi benar terjadi. Harusnya praktek politik seperti ini tidak boleh dibiarkan terus-menerus,” kata Kaka.
Hal senada disampaikan Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil. Dia bilang, pernyataan JK mengonfirmasi bahwa ada tantangan yang sangat berat untuk mewujudkan demokrasi di internal partai politik. Hanya yang berkantong tebal saja yang bisa menduduki posisi puncak di partai politik.
“Itu yang menghambat jalannya demokrasi di internal partai,” kritik Fadli. (RMID)
Discussion about this post