SERANG, BANPOS – Permasalahan pada paket kegiatan Preservasi Serang-Cilegon-Merak terus bermunculan. Setelah sebelumnya, oleh sejumlah kalangan, dianggap boros anggaran. Kini, proyek dengan pagu anggaran Rp191 miliar tersebut dinilai mengabaikan keselamatan pengguna jalan.
Dikatakan Asep Suryana, Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pemantau Kebijakan dan Keuangan (Paku) Provinsi Banten, berdasarkan pantauan anggotanya pada beberapa titik kegiatan Preservasi Serang-Cilegon-Merak, terkesan pihak pelaksana mengabaikan keselamatan pengguna jalan. Hal itu, menurut Asep, tercermin dari minimnya rambu peringatan di sekitar proyek.
“Seperti pada pekerjaan gorong-gorong di Jalan Jendral Sudirman, Cilegon beberapa waktu lalu, tidak terlihat adanya rambu peringatan, kecuali water barrier.
Pekerjanya pun, tidak ada yang memakai pengaman yang memadai, semuanya pakai sendal,” paparnya.
Begitupun dengan proyek betonisasi di Kramatwatu, Kabupaten Serang, kata dia, selain minim rambu, di lokasi pekerjaan juga tidak ada penerangan yang memadai.
Akibatnya, lanjut Asep, jalan tersebut jadi rawan kecelakaan, karena gelap dan tidak rambu peringatan.
“Bukan hanya itu, ketika saya melintas kemarin, saya tidak ada petugas yang mengatur lalulintas, akibatnya jalan jadi macet dan berdebu,” ucapnya.
Kondisi ini, tambah Asep, terjadi karena tidak dijalankannya K3 dalam pelaksanaan proyek, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
Kata dia, aturan ini tertuang dalam Pasal 59, yang mengatur bahwa dalam setiap penyelenggaraan jasa konstruksi, pengguna jasa dan penyedia jasa wajib memenuhi standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan.
“Berarti, setiap proses pengerjaan kontruksi wajib menerapkan dan melakukan manajamen K3, seperti memasang tanda bahaya, membatasi area kerja, memberikan APD kepada pekerja, dan memasang rambu rambu K3,” terangnya.
Selain itu, lanjut Asep, dalam Pasal 60 UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi pengganti UU 18/1999, disebutkan penyelenggaraan jasa konstruksi yang tidak memenuhi standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan, pengguna jasa atau penyedia jasa, dapat dimintai pertanggungjawaban terhadap kegagalan bangunan.
Discussion about this post