Saat saya mencoba bertanya kepada Panca, dia mengakui bahwa memang tantangan tersebut nyata adanya, dia merasa tidak memiliki ilmu pengetahuan yang cukup dengan adanya pembelajaran model jarak jauh tersebut. Akan tetapi, disisi lainnya, ia harus lulus dan menyesuaikan diri dengan tantangan tersebut.
“Ya sudah saya perdalam ilmu itu di masa co-ass,” ujar Panca saat saya tanya terkait kesulitan belajar di masa pandemi.
Sebagaimana diketahui, menurut data Kementerian Kesehatan yang dihimpun Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah dokter di Indonesia mencapai 176.110 orang pada 2022.
Angka tersebut merupakan gabungan dari dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi spesialis.
Dengan angka tersebut, rasio dokter Indonesia pun membaik. Menurut data World Health Organization (WHO) yang dihimpun Index Mundi, pada 2019 Indonesia hanya memiliki rasio 0,47 dokter per 1.000 penduduk.
Kemudian pada 2022, dengan membandingkan data jumlah dokter dan total jumlah penduduk Indonesia terbaru, angka rasionya naik menjadi sekitar 0,63 dokter per 1.000 penduduk.
Namun, rasio tersebut masih lebih rendah dari standar ideal WHO, yakni 1 dokter per 1.000 penduduk.
Kebutuhan meningkatkan rasio dokter tersebut seharusnya tidak sampai mengabaikan aspek profesionalitas. Dokter masa depan itu bisa dipastikan diantaranya adalah dokter yang melalui proses pendidikan pada masa pandemi tersebut. Padahal sebagaimana menjadi perbincangan di masyarakat, dokter yang melalui proses normal saja terkadang dipertanyakan profesionalitasnya.
Saat Panca menjawab merasa masih kurang ilmunya, saya sempat bercanda dengan serius.
“Kalau begitu saya tidak mau dirawat dokter Panca deh,” gurau saya.
Ya memang kita berharap akan sehat terus.
Karena sakit akan lebih mahal, apalagi mandatory spending dihapuskan dalam Omnibus Law Kesehatan.
Discussion about this post