Hal ini tentu menjadi bahan evaluasi pada sistem pembalajaran kita di sekolah, lebih jauh lagi tentang sistem pendidikan yang dirasa belum bisa menjawab semua problematika ini. Meskipun semua ini tentu saja bukan hanya menjadi tanggung jawab pembelajaran di sekolah, tetapi juga di rumah dan di lingkungan. Namun, pada dasarnya sekolah seharusnya menjadi tempat belajar yang kondusif dalam membentuk para peserta didik.
Oleh karena itu, perlu adanya perubahan dalam proses belajar. Guru dan peserta didik harus dimerdekakan dari keterbelengguan yang selama ini membatasi mereka. Belajar yang selama ini selalu berpusat pada guru, diarahkan untuk berpusat pada murid. Jadikan murid sebagai partner dalam berdiskusi di dalam kelas, hargai pendapat mereka, dorong ide-ide mereka, bangunlah suasana belajar yang menyenangkan dan membahagiakan. Ubah belajar yang membosankan, ajak mereka berjalan ke luar ruang kelas, mengamati alam, mengamati dunia yang sebenarnya. Proyeksikan ide-ide mereka menjadi suatu gerakan yang membangun kepercayaan diri mereka.
Hingga saat ini, sudah ada 24 episode kebijakan Merdeka Belajar yang dikeluarkan. Episode 1 terkait 4 pokok kebijakan Merdeka Belajar yang salah satunya cukup fundamental yaitu tahun 2020, USBN akan diganti dengan ujian (asesmen) yang diselenggarakan hanya oleh sekolah. Ujian untuk menilai kompetensi siswa dapat dilakukan dalam bentuk tes tertulis dan/atau bentuk penilaian lain yang lebih komprehensif, seperti portofolio dan penugasan (tugas kelompok, karya tulis, dan sebagainya). Dengan arahan kebijakan ini, guru dan sekolah lebih merdeka dalam menilai hasil belajar siswa. Tahun 2020, UN dilaksanakan untuk terakhir kalinya. Tahun 2021, UN diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter yang terdiri dari literasi, numerasi, dan survei karakter. Yang terakhir kebijakan jilid 24 terkait transisi PAUD ke SD yang menyenangkan.
Penerapan kebijakan Merdeka Belajar, khususnya di sekolah, yang terangkum dalam bentuk Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) belajar merupakan sebagian solusi masalah pendidikan yang sedang dihadapi. Penerapannya bukan tanpa hambatan, para ahli berpendapat, beberapa rintangan dalam implementasi kurikulum ini. Pertama, kurangnya pengalaman guru dalam penerapan merdeka belajar yang disebabkan pengalaman guru di bangku kuliah dan kebiasaan mengajar satu arah yang sudah terlama lama diterapkan. Kedua, keterbatasan rujukan dan referensi karena minimnya literatur yang membahas merdeka belajar dan penerapannya. Ketiga, ketidakmerataan akses yang di beberapa wilayah. Keempat, kurangnya kompetensi atau skill yang dimiliki guru dalam melakukan pembelajaran yang kreatif dan inovatif, terutama dalam penggunaan media digital.
Discussion about this post